Kupang (Riaunews.com) – Polda NTT membantah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik bukan karena pemasangan garis polisi di rumah Ahmad Ansar dan Algajali Munandar.
Dia dipecat karena mekanisme prosedur penanganan penyelidikan penimbunan BBM yang tidak sesuai prosedur operasi standar (SOP).
Baca Juga:
“Kami tegaskan bukan karena pasang garis polisi baru PTDH, tetapi penyelidikan BBM tidak sesuai SOP yang berlaku. Sehingga dari hasil itu kami lakukan pemeriksaan dengan menghadirkan sejumlah saksi, ternyata bukan penegakan hukum tetapi penertiban dengan kata penertiban, maka dia melakukan tindakan sewenang-wenang memasang garis polisi,” ujar Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin saat konrensi pers di Mapolda NTT, Ahad (13/10/2024), dilansir DetikBali.
Menurut Sormin, alasan pemecatan itu karena terdapat tujuh kasus yang memberatkan mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota, itu. Salah satunya pernah diproses pidana pada 2015 dengan mendapat vonis empat bulan kurungan.
“Hal-hal itu yang menjadi pemberatan di dalam proses sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri kemarin. Sehingga kami putuskan PTDH,” jelas Sormin.
Akibat dari pemasangan garis polisi, Sormin berujar, Algajali mengalami gangguan psikologi. Ahmad juga demikian. Pekerjaannya pun diberentikan sementara karena mereka dituduh melakukan tindak pidana penimbunan BBM jenis solar subsidi.
“Fakta-faktanya bahwa yang bersangkutan sudah tujuh kali menerima sanksi disipilin dan kode etik, yaitu tiga kasus disiplin dan tiga kasus kode etik sebelumnya. Jadi saya tegaskan bukan karena SOP (pemasangan garis), tapi karena mekanisme prosedur yang dilakukan tidak benar,” ungkap Sormin.
Sormin menegaskan saat persidangan berlangsung tidak ada intimidasi dan penekanan yang berlebihan. Komisi sidang memberikan ruang kepada Rudy Soik agar melakukan eksepsi. Namun, Rudy melakukan eksepsi yang bersifat lisan.
“Kami juga memberikan ruang kepadanya untuk menanyakan kepada para saksi (Algajali dan Ahmad) dengan catatan saudara terduga tidak boleh lakukan pertanyaan yang bersifat pemeriksaan,” tegas Sormin.
Sementara itu, Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda NTT, Kombes Taufik Irpan Awaluddin, mengatakan Ipda Rudy Soik masih punya kesempatan selama 30 hari untuk mengajukan banding. Apabila memori bandingnya sudah ada, maka Polda NTT siap lakukan persidangan.
“Sejauh ini yang bersangkutan belum ajukan banding kepada kami. Kalau sudah ada, maka hakim komisi banding akan mempertimbangkan perkara tersebut apakah menerima atau menolak,” kata Awaluddin.
Kapolresta Kupang Kota, Kombes Aldinan Manurung, menambahkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat berupa dugaan penyalahgunaan BBM, maka Polresta Kupang Kota menerbitkan surat perintah tugas yang bertujuan untuk melakukan pemantauan.
“Ipda RS (Rudy Soik) melaporkan kepada saya secara lisan bahwa adanya penimbunan BBM ilegal, makanya saya perintahkan untuk tindaklanjuti,” terang Aldinan.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy menjelaskan selama 2024, Polda NTT belum pernah menangani maupun menerima laporan polisi terkait penimbunan BBM di NTT.
“Selama ini tidak ada kasus BBM yang kami tangani,” tandas Ariasandy.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.