Jakarta (Riaunews.com) – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menanggapi soal ditangkapnya buronan kasus hak tagih (cessie) bank bali, Djoko Tjandra.
Namun, ia menganggap kasus Djoko Tjandra tersebut belum seberapa besar dibandingkan dengan kasus Harun Masiku.
Baca: Wahyu Setiawan siap bongkar dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto pada kasus Harun Masiku
Refly menilai kasus suap Pemilu politisi PDIP tersebut lebih berbahaya dibandingkan skandal Djoko Tjandra. Pasalnya kasus Harun Masiku berkaitan dengan Pemilu, demokrasi dan konstitusi.
“Kalau bicara demokrasi dan konstitusi, election, Harun Masiku lebih berbahaya daripada Djoko Tjandra,” ujar Refly saat menghadiri deklarasi Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Ahad (2/7/2020).
Kasus Harun Masiku dinilainya lebih berbahaya, sebab berhubungan dengan integritas penyelenggaraan pemilu. Pasalnya, publik dibuat menduga-duga akan adanya kasus serupa yang terjadi pada politisi lain.
“Tanda tanya kepada integritas pemilu. termasuk penyelenggara pemilu. Orang akan bertanya, jangan-jangan banyak yang lobi-lobi, yang tadinya tidak jadi, malah menjadi. Ini kan gawat,” jelasnya.
Baca: Diminta menangkap Harun Masiku, Yasonna: Itu bukan kewenangan saya, tapi KPK
Ia menyebut kasus ini menjadi evaluasi untuk para penyelenggara. Meski kasusnya tak seberapa secara nilai kerugian negara, partai penguasa dinilai dapat melakukan tindakan yang melanggar aturan.
“Karena kasus Harun Masiku ini kan terkait dengan ruling party, jadi kasusnya kecil. Jadi kalau melibatkan orang besar, walau kasus kecil itu akan mencoreng arang di muka,” ujarnya.
Untuk diketahui, belasan tokoh bangsa mengadakan pertemuan dengan agenda mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI).
Adapun sejumlah tokoh- tokoh yang hadir tersebut antara lain DIn Syamsuddin, Rachmawati Soekarnoputri, Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, Abdullah Hehamahua, dan Kwik Kian Gie,
Kemudian Bachtiar Chamsyah, MS. Kaban, Said Didu, Muhammad Sidik, Anthony Budiawan, Ichsanuddin Noorsy, Muchsin Al-Atas, M. Hatta Taliwang, Mirah Sumirat, Tedjo Edhy, dan Edwin Soekowati.***
Sumber: CNN Indonesia
Editor: Ilva