Minggu, 17 November 2024

Obat yang Menyebabkan Gagal Ginjal pada Balita Diproduksi di Indonesia

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.

Jakarta (Riaunews.com)- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan kandungan senyawa etilon glikol dan dietilen glikol juga menyebabkan kematian pasien gagal ginjal akut di sejumlah negara.

Budi menyebut obat-obatan yang mengandung etilon glikolin dan dietilen glikol tersebut diproduksi di Indonesia.

“Sebenarnya kasus ini terjadi di banyak negara lain, di India, China, segala macem. Etilon glikol dan dietilen glikol itu menyebabkan kematian banyak di negara (lain). Yang kita lihat obat yang dikonsumsi yang meninggal itu diproduksi di sini,” kata Budi di Kota Serang, Banten, Kamis (20/10/2022).

Budi mengatakan sampel darah 99 pasien gagal ginjal akut yang meninggal dunia mengandung etilon glikol dan dietilen glikol. Selain itu, pihaknya juga telah memeriksa obat yang dikonsumsi balita tersebut.

“Tapi intinya memang ada beberapa dari sudah ada 99 balita yang meninggal, terus 99 balita itu kita periksa ada kandungan zat kimia berbahaya di dalamnya, etilon glikol dan dietilen glikol,” ujarnya.

Budi pun meminta BPOM untuk mempercepat penelitian dan mengeluarkan keputusan, obat mana saja yang menyebabkan gagal ginjal pada anak-anak dan harus ditarik dari peredaran.

“Kita ambil tindakan preventif, kita tahan dulu sementara, supaya tidak bertambah lagi korbannya balita-balita kita. Kalau obat urusan dokter, tapi kita tahan ke dokter dan apotek-apotek sampai nanti BPOM memastikan obat mana yang sebenarnya berbahaya,” ujarnya.

Sebelumnya, Kemenkes melaporkan total kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 206 orang per Selasa (18/10). Dari jumlah itu, 99 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.

Kemenkes pun mengimbau masyarakat yang sudah terlanjur membeli obat sirop jangan mengonsumsi lagi dan bisa membuang obat tersebut.

Seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia sudah dilarang menjual obat bebas dalam bentuk sirop kepada masyarakat. Para tenaga kesehatan juga diminta tak lagi memberikan resep obat sirop kepada pasien.

Sebelumnya BPOM menegaskan sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.

Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. Dalam hal ini, BPOM menyatakan telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.

“Untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan izin edar dan atau pencabutan izin edar,” demikian kata BPOM dikutip dari situs resmi, Rabu (19/10).

Sementara itu Ikatan Apoteker Indonesia masih menunggu penjelasan dari Kemenkes tentang kadar EG yang diperbolehkan dalam obat sirop.

Juru Bicara Dewan Pakar IAI Keri Lestari Dandan menjelaskan, berdasarkan USP 43 tahun 2020, EG diethylene glycol adalah bisa jadi cemaran dari gliserin, propilen glikol, dan polietilena glikol (PEG).

“Mungkin saja EG pada sediaan yang mengandung gliserin/propilen dan kurang dari sama dengan 0,1 persen masih ditolerir. Yang jadi masalah jika di atas itu. Ada juga PEG tidak boleh lebih dari 0,25 persen. Jadi temuan tersebut pada kadar berapa?” kata Keri.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *