Jakarta (Riaunews.com) – Pengacara eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, Aziz Yanuar mengatakan pihaknya akan mengadu ke Komnas HAM hingga Komisi Yudisial (KY) soal penetapan penahanan 30 hari oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terhadap kliennya.
Ia mengklaim putusan Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai cermin penegakan hukum yang tak adil, melanggar HAM dan diskriminatif bagi warga negara.
“Ini kami protes keras ini. Ini pelanggaran malaadministrasi. Kami akan proses ke KY dan kemudian kita kirimkan hari ini berturut-turut hingga Senin kita kirim ke ketua MA, Badan Pengawas MA, dan komisi III. Dan ini ada pelanggaran HAM juga. Kami akan adukan ini Komnas HAM. Kami adukan ini,” kata Aziz di Kawasan Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (12/8/2021).
Aziz mengklaim putusan tersebut cacat hukum dan potensial malaadministrasi. Ia berkeyakinan bahwa Habib Rizieq seharusnya bebas pada Senin (9/8) lalu. Mengingat hukuman penjara bagi Habib Rizieq di kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung seharusnya sudah selesai pada 8 Agustus 2021 berdasarkan putusan banding di PT DKI Jakarta.
Diketahui, PT DKI dalam putusan bandingnya menguatkan putusan PN Jaktim bahwa Habib Rizieq tetap dihukum 8 bulan penjara di kasus kerumunan Petamburan dan hukuman denda Rp20 juta di kasus Megamendung. Habib Rizieq sendiri sudah ditahan di tahanan sejak Desember 2020 lalu.
“Kami dan Habib Habib Rizieq sudah antisipasi apapun usaha kita, kita tahu bahwa habib tak akan dibebasin apapun caranya. Kami sudah tahu itu. Kami tak kaget sebenarnya,” kata dia.
Tak hanya itu, Aziz juga menilai tak seharusnya penetapan penahanan Habib Rizieq selama 30 hari diputuskan oleh Wakil Ketua PT DKI Jakarta.
Sesuai KUHAP, Ia menilai bahwa penetapan penahanan harus diputuskan oleh majelis hakim yang menangani banding perkara kasus RS Ummi.
“Yang fatalnya majelis Hakimnya [banding RS Ummi] belum terbentuk saat itu. Kenapa? Karena hari Senin kami baru kirim memori banding RS Ummi. Sedangkan dalam KUHAP, bahwa penetapan itu harus dilakukan majelis hakim. Gitu,” kata Aziz.
Di tempat yang sama, Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan menilai Surat Penetapan Perintah Penahanan PT DKI terhadap Habib Rizieq tidak dapat diterima sebagai kenyataan hukum.
Ia menilai putusan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak asasi Habib Rizieq Syihab. Pasalnya, Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) KUHAP menyatakan yang berhak menahan adalah Hakim Pengadilan Tinggi guna kepentingan pemeriksaan banding.
“Namun, pada saat Surat Penetapan a quo diterbitkan, ternyata Majelis Hakim banding belum terbentuk. Penahanan harus pula didasarkan atas perintah penahanan dari Pengadilan Negeri. Sepanjang tidak ada perintah penahanan tersebut, maka terdakwa harus dibebaskan dari tahanan,” kata Abdul.***