Jakarta (Riaunews.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai mengalami degradasi luar biasa selama masa kepemimpinan jilid V era Firli Bahuri dkk. Kisruh internal menjadi hal yang paling menonjol dibandingkan dengan kinerja pemberantasan korupsi dalam periode kepemimpinan yang belum genap dua tahun ini.
“Kinerja KPK di era Komjen Firli Bahuri Cs mengalami degradasi luar biasa. Regulasi internal kelembagaan dan penindakan masih menjadi masalah utama,” ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Kamis (12/8/2021).
Kurnia mengatakan nilai-nilai integritas seperti jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil sudah bukan lagi ‘seragam’ sehari-hari KPK. Tercermin dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh Firli dkk.
Terbaru, Firli dkk menerbitkan Peraturan Pimpinan Nomor 6 Tahun 2021 yang mengatur pembiayaan perjalanan dinas insan KPK yang bisa ditanggung penyelenggara. Aturan ini membuka peluang dan menumbuhkan budaya gratifikasi di lingkungan KPK. Namun, hal tersebut ditepis lembaga antirasuah.
Sebelum aturan perjalanan dinas mencuat, terdapat wacana pembahasan gaji pimpinan dan pengadaan mobil dinas yang juga mendapat kritik keras dari publik karena muncul di tengah situasi pandemi Covid-19.
Tak hanya itu, regulasi internal lainnya yang menimbulkan kontroversi adalah Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 652 tahun 2021 yang berisi penonaktifan 75 pegawai tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Data terbaru, sebanyak 18 pegawai tak lulus TWK mempunyai kesempatan untuk bisa kembali bergabung dengan lembaga antirasuah dengan mengikuti pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan terlebih dahulu. Sedangkan 57 pegawai lainnya akan diberhentikan per 31 Oktober 2021.
Selain regulasi internal, peristiwa pelanggaran kode etik dan pidana yang dilakukan oleh insan KPK juga turut andil membuat kepercayaan publik terhadap lembaga kian merosot.
Diketahui, Firli dinilai Dewan Pengawas KPK melanggar kode etik terkait dengan laporan penyewaan helikopter mewah, sementara Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar sedang menjalani sidang etik seputar dugaan intervensi penanganan kasus korupsi.
Peristiwa lainnya, pegawai KPK berinisial IGAS dipecat karena terbukti mencuri emas barang bukti kasus korupsi seberat 1,9 kilogram dan penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap.
“Melihat situasi terkini, masyarakat sebaiknya menurunkan ekspektasi dan tidak lagi menaruh harapan kepada KPK,” ucap Kurnia.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai rentetan peristiwa di atas memperlihatkan sendi-sendi komisi antirasuah yang telah hancur.
Boyamin menilai era Firli Bahuri akan dicatat sejarah sebagai periode terburuk selama KPK berdiri. Dia menganggap ada begitu banyak kejanggalan dan pengungkapan kasus yang tidak optimal saat ini.
“Periode ini akan dicatat sebagai periode yang paling buruk sejak berdirinya KPK,” kata Boyamin melalui pesan suara, Kamis (12/8).
Boyamin menyoroti kinerja penindakan KPK yang acap kali ‘dibumbui’ retorika belaka. Ia mencontohkan penanganan kasus yang menjerat eks calon legislatif PDIP Harun Masiku hingga bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang masih menyisakan tanya.
Teranyar, KPK mendapat kritik karena hanya menuntut mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dengan pidana 11 tahun penjara. Berbeda dengan sikap Firli yang sempat mengancam hukuman mati bagi para pelaku korupsi di tengah bencana.
“Dipenuhi narasi siap menangkap Harun Masiku. Dia [Firli] bahkan menganalisis seakan-akan kalau buron nantinya juga akan ditangkap. Sekarang ini ditambah selalu retorika tanpa kerja nyata,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menanggapi santai kritik yang dialamatkan terhadap lembaganya. Ia menyatakan KPK terbuka dan bersedia melakukan diskusi demi kepentingan bersama.
“Kami berterima kasih atas segenap kritik. Penilaian dan saran dari banyak pihak bagi KPK itu semua adalah cermin,” ucap Ghufron saat dikonfirmasi.
“KPK selalu terbuka menerima kritik dan saran dan bersedia untuk berdiskusi agar tidak ada mispersepsi tentang fakta dan normanya karena penilaian harus dihadirkan dari ketepatan melihat objeknya dan selanjutnya silakan menilainya,” sambungnya.
Sumber: CNN Indonesia