
Jakarta (Riaunews.com) – Jika Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan agar para menteri dan pejabat sebelum mengeluarkan statemen harus melakukan cek dan ricek terlebih dahulu, tampaknya pernyataan tersebut seperti ‘menepuk air di dulang’.
Betapa tidak, sebelumnya Jokowi memastikan bahwa kasus penolakan renovasi Gereja Katolik Santo Joseph ini merupakan kasus intoleransi.
Kepala Negara bahkan sudah memerintahkan Kapolri Jendral Idham Azis dan Menko Polhukam Mahfud MD menindak tegas penolakan tersebut.
“Tadi sudah saya perintahkan kepada Menko Polhukam, Kapolri, untuk menjamin terlaksananya kebebasan dalam beribadah dan menindak tegas kelompok atau masyarakat yang mengganggu jalannya ibadah,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Ditambahkan Jokowi, ini masalah intoleransi, dan pihaknya sudah berkali-kali menyampaikan bahwa konstitusi menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing.
Namun kemudian hal tersebut dibantah sendiri oleh anak buahnya, dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi.
Menurut Fachrul kasus penolakan renovasi Gereja Katolik Santo Joseph di Tanjung Balai, Karimun, Kepulauan Riau bukan kasus intoleransi, melainkan hanya salah paham.
“Saya sudah pertemukan semua pihak, kami masih kirim lagi utusan, lihat lagi semua di lapangan,” kata Fachrul di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Dikutip dari CNNIndonesia, Rabu (19/2), renovasi Gereja Katolik Santo Joseph Tanjung Balai, Karimun, terhalang karena aksi protes dari sekelompok massa yang mengatasnamakan diri Forum Umat Islam Bersatu (FUIB). Penolakan renovasi gereja itu disebut karena menyebabkan kemacetan dan soal tinggi bangunan yang menyalahi aturan.
Staf Khusus Menteri Agama Ubaidillah Amin Moch mengaku dirinya yang diutus langsung ke Karimun. Setelah melihat langsung di lapangan, ia mengatakan masalah di Tanjung Balai hanya persoalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Intinya, di sana tidak ada masalah intoleransi. Cuma terkait IMB Santo Josep,” ujar Ubaidillah.
“Dan sebetulnya sudah ada kesepakatan, bahwasanya tunggu PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) diputuskan,” lanjutnya.***