Jakarta (Riaunews.com) – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aktor negara yang diwakili oleh kepolisian terhadap warga Wadas, Purworejo, Jawa Tengah yang menolak tambang batu andesit proyek Bendungan Bener.
“Hal ini tentu jelas sangat kita sesalkan dan sangat tidak kita inginkan. Karena dalam hal ini negara yang semestinya menampakkan sosok yang lembut dan mengayomi, tapi wajahnya malah sudah berubah menjadi monster,” kata Anwar dalam keterangan resminya, Kamis (10/2/2022).
Anwar menegaskan tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian terhadap warga Wadas tak bisa diterima. Ia menegaskan tindakan itu sudah keluar dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Baca Juga:
- Warga Wadas Sulit Terima Permintaan Maaf Ganjar
- Gempadewa Ungkap 10 Truk Polisi Masuk Desa Wadas, Paksa Warga Teken Persetujuan
- Mahfud Pastikan Pembangunan Bendungan Tetap Lanjut Meski Wadas ‘Membara’
Anwar menilai sepatutnya polisi dapat bertugas menciptakan rasa aman, tentram dan damai di tengah masyarakat. Bukan yang terjadi malah sebaliknya mengambil tindakan represif.
“Sehingga tindakan yang seperti ini dalam bahasa buku bisa dimasukkan ke dalam kategori teror by the state, di mana yang melakukan dan menciptakan teror dan ketakutan di tengah masyarakat itu bukanlah individu dan atau jaringan teroris tapi adalah negara. Tempat dimana mereka sendiri tinggal,” kata dia.
Di sisi lain, Anwar menjelaskan filosofi pembangunan, termasuk pembangunan waduk dan tambang sejatinya untuk kepentingan rakyat luas. Bukan sebaliknya kepentingan rakyat harus dikorbankan untuk pembangunan itu sendiri.
Karenanya, Ia mengusulkan agar penyelesaian masalah di Desa Wadas harus lebih mengedepankan kearifan. Bila tidak, potensial bisa menimbulkan gesekan yang tajam di tengah kehidupan masyarakat.
“Untuk itu langkah dan tindakan yang ditempuh oleh pemerintah hendaknya jangan dengan mengedepankan security atau power approach, tapi dengan mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog agar semua pihak merasa enak dan merasa perlu untuk menyukseskan pembangunan tersebut,” ucap Anwar.
Diketahui, Desa Wadas menjadi sorotan nasional usai kepolisian diterjunkan ke desa itu pada Selasa (8/2). Pasukan polisi bersenjata lengkap itu dikerahkan untuk mengawal pengukuran lahan tambang batu andesit proyek Bendungan Bener.
Namun, anggota kepolisian tak hanya mengawal tim BPN. Mereka juga menangkap warga Desa Wadas yang dianggap memprovokasi penolakan rencana penambangan tersebut.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengklaim tak ada warga Desa Wadas yang ditangkap aparat kepolisian dari rumahnya. Mahfud meminta masyarakat untuk mengonfirmasi ulang setiap informasi yang beredar di media sosial. Mahfud turut membantah informasi maupun pemberitaan terkait situasi mencekam Desa Wadas.***