Washington (Riaunews.com) – Amerika Serikat mulai kehabisan stok persenjataan canggih dan amunisi. Bahkan salah satu pejabat mengungkap, beberapa persenjataan telah mencapai titik terendah setelah AS terus-menerus mengirim stok senjatanya selama sembilan bulan kepada Ukraina dalam intensitas tinggi.
Pemerintah Presiden Joe Biden pun harus menghadapi realitas kekurangan itu setelah mereka mengirim senjata bernilai miliaran dolar kepada Ukraina.
Beberapa stok habis adalah peluru artileri 155milimeter dan rudal bahu anti-pesawat Stinger. Senjata-senjata lain seperti Rudal anti-radiasi HARM, rudal permukaan-ke-permukaan GMLRS, dan rudal anti-tank Javelin portabel juga telah menipis karena sulit diproduksi.
Alasan penipisan stok senjata karena AS belum memproduksi jumlah senjata yang dibutuhkan untuk mempertahankan konflik intensitas tinggi dalam jangka lama.
Meski stok senjata makin menipis, namun beberapa pihak menyatakan masalah itu tidak memengaruhi kesiapan AS jika sewaktu-waktu perang pecah. Pemerintah AS juga menyatakan kalau mereka tidak akan mempertaruhkan kesiapannya sendiri sebab setiap pengiriman telah diukur terlebih dahulu.
Stok senjata dan pengiriman juga telah dipantau Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley.
Namun adanya penipisan menunjukkan industri persenjataan AS kesulitan memenuhi permintaan dengan cepat. Mengingat juga sekutu AS di Eropa tidak dapat memenuhi seluruh permintaan Ukraina karena mereka juga harus menjaga stok persenjataan.
“Ini semakin sulit. Ini adalah perang yang kami pikir akan berakhir dalam beberapa hari tetapi sekarang bisa bertahun-tahun. Pada saat rantai pasokan global menipis, Barat akan mengalami masa yang sangat sulit untuk memenuhi permintaan pada tingkat yang sangat tinggi ini,” jelas Mike Quigley, anggota Komite Intelijen DPR, dikutip dari CNN, Jumat (18/11).
Meski menipis, namun Sekretaris Pers Pentagon Brigadir Jenderal Patrick Ryder menyatakan AS akan mengirim senjata ke Ukraina selama dibutuhkan.
“Kami mengirim peralatan dari stok AS tanpa menurunkan kesiapan militer kami sendiri dan terus bekerja dengan industri untuk mengisi kembali stok AS dan mengisi ulang stok sekutu dan mitra yang habis,” jelasnya.
Menteri Pertahanan Austin juga mengungkap AS akan terus membantu pertahanan Ukraina.
“Yang diminta Ukraina hanyalah sarana untuk berperang… dan hingga saat itu, kami akan terus mendukung selama diperlukan,” jelasnya.
Untuk dapat terus mengirim, AS harus menyeimbangkan jumlah senjata yang dikirim dan jumlah yang diproduksinya. Namun di saat yang sama, AS harus menentukan senjata mana yang paling dibutuhkan untuk memenuhi kembali stok yang menipis.
“Namun, beberapa stok AS mencapai tingkat minimum yang diperlukan untuk rencana dan pelatihan perang. Penilaian utama untuk amunisi dan senjata adalah seberapa besar risiko yang bersedia diterima Amerika Serikat,” tulis Mark Cancian dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional dalam artikel September lalu.
Colin Kahl, Wakil Menteri Pertahanan untuk Kebijakan mengungkap penipisan stok senjata mendorong AS untuk memastikan basis industri pertahanan yang lebih gesit dan responsif.
Kini pemerintah AS sedang berusaha untuk meningkatkan jumlah stok senjatanya, salah satunya melalui tambahan dana pertahanan tahunan sebesar USD 21.7 miliar atau Rp 340.2 triliun.***