Kamis, 28 November 2024

YouTuber Korsel Ceritakan Bagaimana ABK Indonesia Diperbudak di Kapal China

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Youtuber Korsel Jang Hansol.

Seoul (Riaunews.com) – Youtuber asal Korea Selan, Jang Hansol, yang populer di Indonesia lewat kanal, Korea Reomit, pada Rabu waktu setempat (6/5/2020), mengulas sebuah berita mencengangkan yang dipublikasikan oleh media Korea Selatan, MBC.

Berita tersebut terkait Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang diduga mengalami eksploitasi berlebihan di kapal berbendera China. Bahkan saat ABK tersebut meninggal jenazahnya dilempar ke tengah laut.

Dalam video itu, kanal MBC memberikan tajuk “Eksklusif, 18 jam sehari kerja. Jika jatuh sakit dan meninggal, lempar ke laut”, menurut terjemahan Jang Hansol.

“Video yang akan kita lihat habis ini adalah kenyataan pelanggaran HAM orang Indonesia yang bekerja di kapal China,” ujar Hansol menirukan sang pembaca berita.

Dalam video itu, disebutkan MBC tidak sengaja mendapatkan rekaman itu setelah kapal berbendera China, Long Xing, kebetulan tengah bersandar di Pelabuhan Busan, Korea Selatan. Berdasarkan terjemahan yang disampaikan oleh Hansol, ABK asal Indonesia itu meminta bantuan kepada pemerintah Korea Selatan dan media setempat, karena mereka merasa ‘diperbudak’ di kapal tersebut.

“Pada awalnya, pihak televisi tidak bisa memercayai rekaman tersebut. Apalagi ketika hendak dilakukan pemeriksaan, kapal itu disebutkan sudah kembali berlayar. Pihak televisi menyatakan dibutuhkan adanya penyelidikan internasional untuk memastikan kabar itu,” ujar Hansol menerjemahkan isi berita yang sedang hangat juga diperbincangkan di Korea Selatan.

Dalam berita MBC, Hansol menjelaskan, video itu direkam saat 30 Maret lalu, dan kejadiannya di Samudera Pasifik bagian barat. Dalam video tersebut terdapat sebuah kotak dibungkus kain merah dan ditempatkan di geladak kapal. Ternyata isi kotak tersebut adalah jenazah Ari, pria Indonesia yang berusia sekitar 24 tahun, yang bekerja di kapal China tersebut.

“Disebutkan dalam berita MBC, bahwa Ari sudah bekerja lebih dari satu tahun dan meninggal. Di video, nampak seorang kru mengguncang dupa dan menaburkan cairan sebagai bentuk upacara pemakaman di sana, dan mengatakan ‘Apa kalian (ada yang ingin disampaikan) lagi? Tidak? Tidak?’ tanya seorang kru kepada orang yang berada di bagian atas kapal,” jelas Hansol.

Setelah melakukan “upacara” tersebut, jenazah kemudian dibuang ke tengah laut. “Dan Mas Ari menghilang di tempat yang kita tidak tahu kedalamannya,” kata Hansol menirukan pembawa suara.

Dalam video tersebut, sebelum Ari meninggal, sebelumnya sudah ada Al Fatah (19) dan Sepri (24), dimana mereka juga dibuang ke laut ketika meninggal.

“Setelah itu, MBC menayangkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh para ABK, di mana terdapat bagian terdapat penanganan jika mereka wafat. Dalam bagian yang ditandai warna oranye, terdapat kesepakatan jika sampai terjadi musibah dan wafat, maka jenazahnya akan dikremasi. Nantinya, proses kremasi itu akan dilaksanakan ketika kapal bersandar di suatu tempat, dengan catatan abunya akan dipulangkan ke Indonesia,” tutur Hansol menerjemahkan kata-kata pembaca berita MBC.

Apalagi dalam kesaksian salah satu kru kapal yang wajahnya diburamkan dalam berita MBC, ABK asal Indonesia ini mengaku bahwa jenazah mereka akan dikremasi di tempat terdekat. Ia menjelaskan dalam logat bahasa Indonesia. Dalam surat itu, terdapat juga pernyataan mereka akan diasuranksikan sebesar 10.000 dollar AS, sekitar Rp 150 juta, yang akan diserahkan kepada ahli waris mereka.

Setelah itu, Hansol mengartikan bagian selanjutnya dimana ada ABK Indonesia yang bersaksi tempat kerja mereka cukup buruk dan terjadi eksploitasi tenaga kerja. Dan dikatakan bahwa rekan kerja yang meninggal itu dilaporkan sudah sakit selama satu bulan.

Setelah itu menurut pria yang bersaksi di video, rekannya itu mengalami kram, lalu berlanjut terjadi pembengkakan di bagian kaki, sebelum menjalar ke tubuh dan mengalami sesak.

Hansol juga mengakan bahwa kapal berbendera China ini sebenarnya membawa air minum atau air mineral dalam botol, tapi yang boleh meminumnya adalah para pekerja dari China. “Dan untuk orang Indonesia nya itu minum air laut yang di filtrasi,” tambahnya.

Seorang pelaut asal Indonesia yang bersaksi mengungkapkan, dia merasa pusing karena tidak bisa untuk meminum air laut, dan mengaku seperti ada dahak yang keluar dari tenggorokan setelah minum air itu.

Selanjutnya ABK itu mengaku bahwa mereka bekerja sehari selama 18 jam, di mana si pelaut menuturkan dia pernah berdiri selama 30 jam. Kemudian mereka mendapat enam jam untuk makan, di mana pada waktu inilah, saksi mengungkapkan mereka memanfaatkannya untuk duduk.

“Ga masuk akal ya, mereka 30 jam disuruh kerja, berdiri dan 6 jam untuk makan. Kita aja tidur butuh waktu 6-8 jam,” ucap Hansol dengan nada miris.

Penyiar MBC memaparkan bahwa setiap staf kapal bekerja di lingkungan yang mirip dengan perbudakan dan ABK Indonesia ini tidak bisa lepas dari jeratan perjanjian yang telah di tandatangani di awal.

Pengacara dari Pusat Hukum Publik Kim Jong-cheol menyatakan ada eksploitasi dan pengaturan yang mengikat mereka, menurut Hansol.

“Selain itu, Pengacara Kim menjelaskan bahwa ada kemungkinan paspor mereka disita dan terdapat uang deposit agar meeka tidak berusaha kabur. Jadi tidak mudah ABK itu melarikan diri. Jadi mereka sudah terikat,” ucapnya.

Selama bekerja di sana selama sekitar 13 bulan, lima kru kapal asal Indonesia itu menerima gaji sekitar 140.000 won, atau sekitar Rp 1,7 juta. Jika dibagi per bulan, para pelaut itu hanya menerima sekitar Rp 11.000 won, atau Rp 135.350.

“Kapal itu disebut adalah kapal penangkap tuna. Namun dalam beberapa kesempatan, disebutkan mereka bisa menangkap hiu, di mana hewan itu akan ditangkap menggunakan tongkat panjang. Setelah itu, mereka akan memotongnya di mana sirip hiu dan bagian tubuh lainnya akan disimpan di dalam kapal secara terpisah,” jelas Hansol.

Aktivis lingkungan Korea Selatan Lee Yong-ki mengatakan, kabarnya bisa lebih dari 20 ekor hiu yang ditangkap setiap hari. Dia menuturkan ada kabar bahwa terdapat 16 kotak sirip hiu. Jika satu kotak beratnya 45 kilogram, maka ada sekitar 800 kilogram.

Dalam laporan itu, disebutkan kelompok pemerhati lingkungan hidup yakin, kapal tersebut khawatir jika aktivitas ilegal mereka ketahuan. Karena itu, jika terjadi kematian di antara ABK, mereka akan terus melanjutkan operasi mereka tanpa harus bersandar di pelabuhan.

Menurut Lee, dia menduga karena terlalu banyak sirip hiu, maka kapal tersebut tidak bisa berlama-lama berada di suatu tempat. Sebab, jika sampai diperika oleh biro pelabuhan atau bea cukai, mereka akan mendapat sanksi berat karena kegiatan mereka.

Pada pekerja yang merasa tidak puas dilaporkan pindah ke kapal lain dan tiba di Pelabuhan Busan pada 14 April, namun harus menunggu selama 10 hari. Saat menunggu itulah, seorang pelaut dikabarkan mengeluh sakit di dada, dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, di mana dia meninggal pada 27 April.

“Kelompok HAM yang menyelidiki kematian empat orang di kapal kemudian melaporkannya kepada Garda Penjaga Pantai Korea Selatan (KCG), untuk segera menginvestigasinya. Seoul dilaporkan bisa melakukan investigasi karena pada 2015, mereka meratifikasi perjanjian internasional untuk mencegah perdagangan manusia. Termasuk di dalamnya kerja paksa dan eksploitasi seksual,” jelas Hansol menerjemahkan.

Namun dua hari setelah peristiwa itu, kapal tersebut langsung meninggalkan lokasi sehingga investigasi tak bisa dilanjutkan. Untungnya, demikian terjemahan yang dipaparkan Hansol, masih ada pelaut yang berada di Busan, di mana mereka ingin melaporkan pelanggaran HAM yang mereka terima.

Kru tersebut dilaporkan sudah meminta pemerintah Korea Selain untuk menggelar penyelidikan menyeluruh, di mana mereka mengaku ingin memberi tahu dunia tentang apa yang mereka alami.

“Oke, video ini ternyata membawa berita seperti itu. Aku sendiri tidak nyaman dengan berita ini,” ungkap Hansol prihatin.***


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan