Bengkalis (Riaunews.com) – Koalisi Masyarakat Adat untuk Hutan dan Tanah menyebutkan selain Suku Sakai, masih ada masyarakat adat di Riau sampai saat ini tidak bisa mengelola tanah ulayat untuk berladang dan menjaga hutan. Mereka masih berjuang untuk mendapatkan hak dengan kondisi krisis pangan dan air bersih.
Sejalan dengan itu, Jikalahari dan Walhi Riau melihat pembebasan Bongku, petani yang dipidana karena dituduh menebangi pohon akasia milik PT Arara Abadi, masih menyisakan konflik agraria dan tenurial terhadap masyarakat adat di Riau.
Baca: Bongku, petani yang dipenjara karena tebangi pohon akasia PT AA bebas
“Pengakuan terhadap wilayah masyarakat adat di provinsi Riau tidak jelas, ini menjadi potensi kriminalisasi terhadap mereka saat mengelola ladang untuk bertahan hidup,” kata, Made Ali, Koordinator Jikalahari, melalui keterangan pers yang diterima Riaunews.com, Jumat (12/6/2020).
“Asia Pulp and Paper (APP) melalui salah satu anak perusahaannya PT Arara Abadi telah membohongi masyarakat adat dan melecehkan hukum Indonesia. Yang dilakukan PT Arara Abadi bertentangan dengan kebijakan FCP APP, pada komitmen 3 dimana dinyatakan keterlibatan sosial dan masyarakat,” Made menambahkan.
Untuk menghindari maupun menyelesaikan konflik sosial di seluruh rantai pasokannya, APP akan secara aktif meminta dan mengikutsertakan saran dan masukan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat sipil, untuk menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut, tiga diantaranya yaitu: FPIC dari masyarakat asli dan komunitas lokal, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum, prinsip dan kriteria sertifikat bertaraf internasional yang relevan.
Konflik antara PT Arara Abadi dan masyarakat Adat Suku Sakai sudah lama terjadi karena izin PT Arara Abadi terbit di atas tanah peladangan yang sudah lama dioleh oleh masyarakat Suku Sakai.
Baca: Konflik PT NWR dengan masyarakat mengarah ke pembentukan Pansus DPRD Riau
Pada 2016 Pansus Monitoring dan Identifikasi Sengketa Lahan Kehutanan dan Perkebunan di kabupaten Bengkalis DPRD Bengkalis menyatakan bahwa di Kecamatan Mandau dan Pinggir terjadi sengketa lahan. Sengketa lahan terjadi di 5 desa, Desa Tasik Serai Timur, Melibur, Tasik Serai, Beringin dan Serai Wangi dengan PT Arara Abadi dan PT RAL.
Pansus merekomendasikan meminta pemerintah Pemkab Bengkalis mencabut atau sekurang-kurangnya meninjau SK Menhut RI izin PT Arara Abadi seluas 44.138 ha serta meninggalkan tanah adat milik masyarakat persukuan sakai, yang saat ini ditanami bongku, sebesar 7.500 ha di Kecamatan Pinggir. Namun hingga kini belum ada kejelasan dari rekomendasi Pansus.
“Jika tidak ada jaminan secara legalitas hukum dimasa depan terhadap hak wilayah masyarakat adat, konflik tanah antara sakai dan PT Arara Abadi dipastikan akan muncul kasus bongku-bongku yang baru.” Kata Riko Kurniawan
Hasil analisis Jikalahari, bukan hanya Bongku yang melakukan kegiatan dan tinggal di dalam konsesi PT Arara Abadi. Ada ribuan masyarakat yang sudah hidup disana sebelum PT Arara Abadi mendapatkan izin, bahkan mereka sudah ada sebelum Indonesia Merdeka. “Lahan mereka telah dirampas, tinggal di rumah yang berlantai tanah, dinding dan atap bolong-bolong,” kata Made.
Baca: PT Musim Mas diduga tadah CPO dan PKO dari perusahaan pembabat hutan
Menurut data BPS 2015 yang dioverlay dengan izin PT Arara Abadi, PT Arara Abadi masuk dalam 18 Desa di Kabupaten Siak dan Bengkalis yaitu Desa Harapan Baru, Talang Mandi, Beringin, Melibur, Muara Basung, Semunai, Tasik Serai, Tasik Serai Timur, Titian Antui, Belutu, Pancing Bekulo, Tumang, Becah Umbai, Lubuk Jering, Lubuk Umbut, Muara Bungkal, Olak dan Tasik Betung.
Sejak kasus Bongku disidangkan, dukungan terus mengalir. Mulai dari Akademisi, Kelompok Masyarakat Sipil, Mahasiswa dan Masyarakat Suku Sakai sendiri. Banyaknya dukungan untuk Bongku menimbulkan keresahan terhadap orang-orang yang menginginkan Bongku untuk tetap dihukum.
Pada tanggal 19 dan 20 Mei muncul ancaman dan tenakanan melalui pesan Whatsapp terhadap mahasiswa yang melakukan aksi solidaritas terhadap bongku, dalam pesan tersebut pelaku meminta agar tidak ikut menyuarakan kasus Bongku.
Selain itu mereka juga mendapat pasan ancaman pembunuhan pada 9 Juni. Untuk itu Koalisi mendesak Polda Riau memberikan perlindungan terhadap pendukung yang telah mendampingi Bongku dalam proses persidangan. ***