Senin, 27 Januari 2025

Pada Jimly Hakim Saldi Isra dan Arief Hidayat Blak-blakan Tak Tahan Kondisi Internal MK

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Hakim MK Arief Hidayat (kiri) dan Saldi Isra.

Jakarta (Riaunews.com) – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyebut, hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat tak tahan dengan permasalahan yang ada di internal MK.

Itu sebabnya, keduanya menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) yang di dalamnya terasa emosional dan tak seluruhnya bicara soal substansi perkara pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia capres-cawapres.

“Baik Prof Arief maupun Prof Saldi kayaknya enggak kuat hadapi problem internal. Itu terekspresikan dalam pendapat hukumnya,” kata Jimly setelah memeriksa semua hakim konstitusi, Kamis (2/11/2023).

Oleh karena itu, Jimly mengaku bisa memahami latar belakang sejumlah pelapor mengadukan Saldi dan Arief melanggar etik.

Ia sendiri beranggapan bahwa para hakim seyogianya tidak menyampaikan dinamika internal MK ke publik.

Jimly berujar, 9 hakim konstitusi memang sudah sewajarnya berdebat sengit, tetapi perdebatan itu harus sudah usai ketika putusan diketok palu.

“Yang dipersoalkan adalah dissenting opinion kok isinya bukan dissenting? Isinya curhat. Nah ini kan sesuatu yang baru, tentang bagaimana sebaiknya kita membangun tradisi dissenting opinion,” ucap mantan Ketua MK itu.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.

Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.

Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dalam dissenting opinion-nya, Saldi dan Arief menyinggung beberapa kejanggalan serta kronologi keterlibatan Ketua MK Anwar Usman dalam memutus perkara dan mengubah pendirian MK dalam waktu singkat.

Saldi mengaku bingung dengan tindakan MK lewat putusan itu, sedangkan Arief menganggap ada “kosmologi jahat” di balik perkara itu.

Putusan ini pada akhirnya memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun, berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi. Ada yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran terkait konflik kepentingan.

Ada pula yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *