Jakarta (Riaunews.com) – Beberapa tahun belakangan, bank digital mulai bermunculan di Indonesia. Jenius yang diperkenalkan Bank BTPN tahun 2016 lalu menjadi salah satu yang paling populer.
Dari tahun ke tahun, beberapa bank konvensional lain ikut menjajakan layanan perbankan digital, seperti Digibank (DBS), TMRW (UOB), D-Save (Danamon), dan Bang Jago (ARTO) yang dibekingi oleh Gojek.
Menjamurnya bank digital membuat banyak orang bertanya, apa sebenarnya bank digital itu?
Beda dengan perbankan digital
Ketika membicarakan cakupan bank digital, ada beberapa kategori yang masuk dalam satu payung pembahasan.
Pertama adalah bank digital yang menawarkan produk dan layanan perbankan tradisional secara online.
Kedua adalah teknologi finansial (fintech) atau dikenal juga sebagai “neobank”, yang menawarkan layanan keuangan lebih inovatif bagi para nasabah, khususnya mereka yang lebih melek teknologi.
Perlu dipahami bahwa definisi bank digital dan perbankan digital adalah dua hal yang agak berbeda meskipun tetap berkaitan.
Melansir Forbes, perbankan digital secara umum didefinisikan sebagai transformasi layanan perbankan dari cara tradisional menjadi daring atau online.
Perbankan digital menggabungkan layanan perbankan online dan mobile banking dalam satu wadah. Perbankan online merujuk pada segala fitur untuk mengakses layanan perbankan melalui situs web bank yang bersangkutan.
Nasabah bisa melakukan log in akun ke dalam situs web tersebut untuk mengecek saldo, membayar tagihan, mengajukan pinjaman atau kartu kredit, dan layanan perbankan tradisional lainnya.
Sementara mobile banking adalah pemanfaatan layanan perbankan melalui aplikasi mobile yang terpasang di smartphone nasabah. Aplikasi yang digunakan adalah aplikasi resmi yang dikeluarkan dan dimiliki oleh pihak bank.
Biasanya, akun yang digunakan untuk log in aplikasi mobile banking sama seperti log in di portal situs web bank.
Apa itu bank digital
Bank digital memliki layanan yang lebih dari sekadar perbankan digital saja. Biasanya, bank digital juga menawarkan tools manajemen keuangan yang unik di aplikasinya.
Nasabah diberikan kemudahan untuk menabung atau mengatur peputaran uang bulanan. Ada pula bank digital yang belum memiliki fitur-fitur ekstra nan menarik, tapi mereka menawarkan hasil persentase tahunan (APY) yang lebih tinggi.
Bank digital juga memiliki fitur untuk memudahkan nasabahnya mengakses tabungan, mengajukan pinjaman, dan juga berinvestasi untuk masa depan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan bahwa bank digital adalah sebuah brand sendiri yang memiliki lisensi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalai digitalisasi bank itu apa yang sudah kita alami sekarang ini sebagai layanan perbankan. Tapi ketika mengacu ke bank digital, berarti itu sudah merek. Itu merek bank digital dan punya lisensi tersendiri di OJK,” jelasnya ketika dihubungi KompasTekno.
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa bank digital merupakan bank yang menyelenggarakan dan menawarkan jasa perbankan serta manajemen keuangan nasabah berbasis online sepenuhnya.
Semua layanan, mulai dari pembukaan rekening, deposit, transfer dan sebagainya dilakukan secara online tanpa harus mengunjungi bank.
Regulasi bank digital
Meskipun bank digital kian menjamur, belum ada regulasi untuk mengaturnya. OJK mewacanakan akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) tentang perbankan digital pada semester I-2021.
Aturan tersebut nantinya akan melengkapi POJK terkait operasional bank umum. Ketua Eksekutif Industri Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan bahwa aturan POJK nanti akan mengatur berbagai aspek operasional bank digital, seperti tata kelola operasional, mekanisme keamanan data nasabah, hingga mekanisme pengatasan kejahatan siber.
Ramai-ramai bikin bank digital
Popularitas bank digital yang kian melejit tidak hanya menjadi tempat bagi bank konvensional untuk bertransformasi. Perusahaan yang mulanya tidak bergerak di bidang perbankan pun ikut kepincut pesona bank digital ini.
Sebut saja induk e-commerce Shopee, Sea Group, yang mulai meniti langkahnya untuk membuka bank digital di Indonesia.
Pada Januari lalu, Sea Group dikabarkan telah memegang saham mayoritas atas Bank Kesejahteraan Ekonomi (Bank BKE) yang berbasis di Jakarta.
Saham tersebut dibeli dari dua pemegang saham Bank BKE, yakni Danadipa Artha Indonesia (DAI) dan Koin Investama Nusantara (KIN) melalui anak perusahaan Sea Group, Turbo Cash.
Melalui Bank BKE, perusahaan dengan kapitalisasi pasar mencapai 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.409,9 triliun) ini akan memberikan layanan keuangan berbasis digital di Indonesia,
Bukan hanya induk Shopee, dua raksasa ride hailing Asia Tenggara, Gojek dan Grab, juga diketahui telah berinvestasi pada bank asal Indonesia demi menyediakan layanan bank digital di aplikasinya.
Gojek sendiri akhir tahun lalu menggelontorkan Rp 2,25 triliun kepada PT Bank Jago Tbk. Dengan gelontoran investasi ini, Gojek memegang 22,16 persen saham Bank Jago.
Grab juga telah memperoleh lisensi bank digital di Singapura melalui konsorsium dengan Singapore Telecommunications.
Bisnis di sektor keuangan digital agaknya memiliki peluang yang signifikan di Indonesia, terutama dari konsumen dan pelaku usaha kecil yang belum memiliki rekening bank.***
Sumber: Kompas
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.