Moskow (Riaunews.com) – Rubel menguat terhadap dolar AS menyentuh level tertingginya dalam dua tahun terakhir. Penguatan mata uang Rusia terjadi usai Pemerintahan Presiden Vladimir Putin mengklaim sukses membayar surat utang yang akan jatuh tempo.
Putin berupaya membayar surat utang berdenominasi dolar AS yang akan jatuh pada awal Mei 2022. Upaya tersebut sekaligus mematahkan perkiraan sejumlah lembaga pemeringkat bahwa Rusia akan menghadapi gagal bayar.
Kementerian Keuangan Rusia mengklaim telah membayar US$565 juta atau Rp8,13 triliun (kurs Rp14.400) eurobond yang jatuh tempo pada tahun ini, serta US$84 juta atau Rp1,2 triliun eurobond yang akan jatuh tempo pada 2024. Secara total, Rusia membayar utang senilai Rp9,33 triliun.
Melansir CNN Business, Sabtu (30/4), kedua pembayaran surat utang dilakukan dalam mata uang dolar AS, sesuai persyaratan yang tertuang dalam kontrak obligasi.
“Pembayaran dilakukan dalam mata uang penerbitan obligasi euro yang sesuai dalam dolar AS,” kata Kementerian Keuangan Rusia dalam sebuah pernyataan.
“Dengan demikian, kewajiban pembayaran obligasi euro dilakukan sesuai dengan syarat yang tercantum dalam dokumentasi terkait,” imbuhnya.
Sebelumnya, Rusia sempat mengatakan telah membayar obligasi tersebut dalam rubel pada 6 April. Pernyataan tersebut membuat S&P mengumumkan bahwa Rusia telah gagal membayar kewajiban utang luar negerinya tiga hari setelahnya.
Meskipun pembayaran dolar AS sudah jatuh tempo, pembayaran telat Rusia itu ditujukan untuk menghindari gagal bayar. Pembayaran obligasi biasanya dilakukan dengan masa tenggang 30 hari.
Untuk pembayaran obligasi terkait, sebetulnya masa tenggang Rusia berakhir 4 Mei nanti. Bisa jadi S&P berubah pikiran tentang prospek utang, setelah lembaga pemeringkat kredit tersebut men-cap Rusia gagal bayar.
Rusia sebetulnya memiliki cukup uang untuk membayar utangnya, hanya saja dana yang ada di luar negeri itu tidak bisa diakses karena blok Barat membekukan US$315 miliar atau Rp4.536 triliun cadangan devisa Rusia.
Kendati begitu, Rusia telah menemukan cara melunasi utang hingga ratusan juta dolar AS tanpa mengakses cadangan bekunya.
Seorang pejabat Kementerian Keuangan AS menduga pembayaran berasal dari tumpukan uang baru, karena pihaknya tidak mencabut sanski terhadap Rusia.
Berita tersebut mendorong rubel Rusia, yang telah melonjak selama dua bulan, ke level tertinggi dua tahun terhadap dolar AS.
Sebagai perbandingan, US$1 dapat membeli sekitar 68 rubel pada Jumat kemarin, kurang dari setengah jumlah yang dapat dibeli pada awal Maret. Pada puncaknya pada 7 Maret, rubel diperdagangkan pada 135 per US$1.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.