Jakarta (Riaunews.com) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengatakan migrasi penyiaran TV analog ke televisi digital atau dikenal juga dengan istilah analog switch off (ASO) akan dimatikan dalam waktu 2 tahun ke depan.
Agar lebih jelas, Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Geryantika Kurnia menjelaskan TV digital bukanlah layanan streaming, bukan pula berlangganan TV kabel.
“Sebenarnya migrasi analog ke digital itu tetap siaran yang sekarang ditonton teman-teman di siaran gratis (free to air) melalui frekuensi, tapi sekarang acaranya secara digital, tak perlu berlangganan, antenanya juga tak perlu dirubah,” kata Gery beberapa waktu lalu.
Gery mengatakan siaran digital tersebut bisa diakses baik oleh TV analog maupun smart TV. Dengan catatan TV analog harus dilengkapi dengan alat bantu set top box (STB) yang merupakan alat penerima siaran televisi digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat televisi lama.
Sementara itu smart TV juga harus didukung oleh Digital Video Broadcasting – Terrestrial second generation (DVB-T2) yang merupakan pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan pada tahun 2007.
“Kalau TVnya masih analog butuh alat bantu STB. Atau TVnya harus dilengkapi penerimaan digital DVB-T2,” tutur Gery.
Terkait pengadaan STB, muncul pertanyaan apakah masyarakat yang tergolong tak mampu akan membeli STB atau beralih ke TV digital demi pemerataan penerapan TV digital.
Perihal itu, Kemenkominfo berencana menyediakan 6,7 juta set top box (STB) untuk rumah tangga tidak mampu guna mendukung proyek migrasi televisi analog ke digital.
Kemenkominfo mengklaim kualitas gambar dan suara siaran digital jauh lebih baik dibandingkan siaran analog. Tidak ada lagi gambar yang berbayang atau segala bentuk noise (bintik-bintik semut) pada monitor TV jika menggunakan siaran digital.
Dengan TV digital, Gery menyatakan masyarakat tak perlu lagi khawatir dengan blank spot atau titik lemah sinyal yang membuat gambar menjadi buruk dan berbayang.
Masyarakat juga tak perlu lagi berlangganan TV kabel atau parabola di tempat-tempat dengan titik lemah sinyal.
Sebab televisi digital terus menyiarkan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik di mana sinyal tidak dapat diterima lagi.
Singkat kata, penyiaran TV digital hanya mengenal dua status: Terima (1) atau Tidak (0). Artinya, apabila perangkat penerima siaran digital dapat menangkap sinyal, maka program siaran akan diterima. Sebaliknya, jika sinyal tidak diterima maka gambar-suara tidak muncul.
Sementara itu dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi maka sinyal akan makin melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan migrasi penyiaran TV digital harus dipercepat.
“Yang perlu sekarang ini adalah mendorong percepatan migrasi penyiaran analog ke penyiaran digital sebagaimana hingga saat ini negara di dunia sudah menerapkan tersebut,” kata Mahfud saat menyampaikan sambutan dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2020 yang digelar secara daring, Senin (2/11/2020).
Tak hanya itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut aturan yang sebelumnya mengatur soal migrasi model penyiaran berbasis analog ke model digital mestinya menjadi payung hukum dan rujukan terkait ASO di Indonesia.
Target itu sesuai dengan UU Cipta Kerja Omnibus Law ayat 2 pasal 60A. Dua tahun itu terhitung mulai dari Presiden Joko Widodo menandatangani RUU Ciptaker, Senin (1/11). Artinya penerapan TV digital di Indonesia akan terjadi pada November 2022.
Pada Januari 2020, pemerintah telah menjalankan proses simulcast atau siaran bersama antara digital dan analog di 12 provinsi di Indonesia.
Kedua belas provinsi ini adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Banten, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Pada 2021, Kemenkominfo menargetkan penyiaran televisi terrestrial secara simulcast atau analog dan digital bersamaan dapat terlaksana di seluruh Indonesia pal.
Migrasi penyiaran televisi dari teknologi analog ke teknologi digital adalah proses yang dimulai dengan penerapan sistem penyiaran berteknologi digital untuk penyiaran televisi yang diselenggarakan melalui media transmisi terestrial.
Migrasi juga menandakan akhir penggunaan teknologi analog dalam lingkup nasional.
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.