Jakarta (Riaunews.com) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan transaksi layanan keuangan oleh fintech atau secara digital bakal dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen. Salah satunya, transaksi top up e-money atau e-wallet.
Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL DJP Bonarsius Sipayung menyatakan PPN yang dikenakan pada e-money tersebut hanya berlaku untuk biaya jasa top up atau isi ulang saja.
Misal, saat Anda mengisi e-money sebesar Rp1 juta, biaya administrasi yang dikenakan adalah Rp1.500. Maka, PPN yang dikenakan adalah 11 persen dari Rp1.500, bukan Rp1 juta.
Bonar kemudian memberi contoh lain. Jika Anda melakukan transaksi transfer uang secara digital dan biaya yang dikenakan adalah Rp6.500, maka PPN yang dikenakan adalah Rp715 per transaksi.
“Jadi bukan nilai top up, tapi jasa yang dipakai tadi yang difasilitasi oleh fasilitator. Jadi atas fee (komisi), bukan top up sejuta kena (PPN) sejuta, enak benar uang saya hilang dong? Binomo dong namanya itu,” beber dia pada konferensi pers, Rabu (6/4).
Aturan yang dijelaskan Bonar tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial yang berlaku mulai 1 Mei nanti.
Dalam Bab III yang mengatur soal Perlakuan PPN Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, dijabarkan bahwa penyediaan jasa pembayaran yang dimaksud berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Kemudian, pada Pasal 7(2) dijelaskan jenis layanan uang elektronik berupa pengisian ulang (top up), tarik tunai melalui pihak lain yang bekerja sama dengan penyelenggara dompet elektronik atau menggunakan channel lain, pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, transfer dana dan atau layanan paylater.***
Sumber Berita