Jakarta (Riaunews.com) – Tersangka penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte mengancam akan membongkar semua orang-orang yang terlibat menerima uang pemberian suap dari terpidana Djoko Tjandra.
Saat diserahkan penahananya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri itu menegaskan, dirinya tak main-main untuk mengungkapkan siapa saja yang terlibat.
Baca: Jadi tersangka Irjen Napoleon tak ditahan, ini alasan Polri
“Akan waktunya. Ada tanggal mainnya,” kata Napoleon di Kejari Jaksel, pada Jumat (16/10/2020).
Dilansir Republika, Bareskrim Polri, resmi melimpahkan berkas perkara suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) via Kejari Jaksel, pada Jumat (16/10).
“Kita buka semuanya nanti ya,” ucap Napoleon melanjutkan.
Ucapannya itu ketika ditanya tentang keterlibatan nama-nama selain dirinya, yang menerima suap Rp 7 miliar dari Djoko Tjandra. Pelimpahan berkas perkara ke Kejari tersebut, sekaligus menyerahkan tanggungjawab penahanan empat tersangka yang terlibat dalam kasus serupa.
Selain Napoleon, tersangka yang ikut dilimpahkan yakni, tersangka Brigjen Prasetijo Utomo, serta tersangka Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra. Namun, hanya ada tiga tersangka yang dibawa ke Kejari Jaksel. Sedangkan, tersanga Djoko Tjandra, berkasnya dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat (Jakpus).
Ketiga tersangka yang, digelandang ke Kejari Jaksel, menggunakan pengawalan kepolisian. Para jaksa, dan anggota provos kepolisian, ikut mengawal dengan dua unit kendaraan tahanan terpisah. Para tahanan datang sebelum azan Jumat.
Napoleon, dan Prasetijo yang masih menyandang status jenderal aktif di kepolisian, tetap mengenakan rompi tahanan merah muda, termasuk tersangka Tommy Sumardi. Namun tak ada yang dalam kondisi tangannya diborgol.
Baca: BMW Jaksa Pinangki dipastikan TPPU suap Djoko Tjandra
Pelimpahan berkas, selesai sekitar pukul 14.10 WIB. Terhadap tersangka Napoleon, dan Prasetijo, penahananya dikembalikan penahannya ke Rutan Salemba, cabang Mabes Polri di Trunojoyo.
Sedangkan tersangka Tommy, tetap berada dalam Rutan Salemba, cabang Kejari Jaksel. Hanya Napoleon yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan. Sedangkan Prasetijo memilih bungkam saat keduanya dikembalikan ke Rutan Mabes Polri dengan mobil tahanan Kejari Jaksel.
Tiba di Mabes Polri sekira pukul 14.30 WIB, dua jenderal tersebut, digelandang ke sel rutan di Gedung Bareskrim Polri. Tetapi, saat turun dari mobil tahanan, dengan pengawalan anggota provos, keduanya tak lagi mengenakan rompi tahanan merah muda, dan tak dalam kondisi tangan yang diborgol.
Kedua jenderal itu, turun dari mobil tahanan, kembali dengan berpakaian dinas kepolisian. Namun Napoleon, tak lagi mengenakan atribut bintang dua, dan Prasetijo, dengan seragam yang tak menunjukkan pangkat bintang satu.
Perkara suap penghapusan red notice, salah satu kluster pengungkapan dalam skandal hukum terpidana Djoko Tjandra. Terpidana kasus cessei Bank Bali 1999 itu, sempat dinyatakan kabur dan buronan Kejakgung, dan Interpol sejak 2009.
Baca: Dua petinggi Polri ini mengaku terima suap dari Djoko Tjandra
Tetapi, Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia sepanjang Juni 2020 lalu tanpa tertangkap, dan tak terdeteksi dalam sistem imigrasi. Dari pengungkapan, diduga terjadi penghapusan nama Djoko Tjandra, dalam daftar pencarian orang (DPO) di interpol dan imigrasi.
Dalam penghapusan red notice itu, sepakat dengan Tommy Sumardi untuk melobi Prasetijo agar meminta Napoleon, menghapus status DPO Djoko Tjandra di red notice dan imigasi. Penghapusan tersebut, yang diduga membuat Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia, tanpa diketahui. Sebagai kompensasi atas penghapusan red notice tersebut, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi.
Sebanyak Rp 7 miliar diberikan kepada Napoleon lewat perantara Tommy Sumardi, dalam pecahan mata uang dolar Singapura, dan AS. Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy, memberikan kompenasasi atas perannya, senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta).
Akan tetapi, pemberian untuk tersangka Prasetijo tersebut bukan hanya uang. Dalam perkara surat jalan palsu, kompensasi untuk Prasetijo, juga diduga berupa pemberian sejumlah saham dari unit usaha Djoko Tjandra yang ada di Indonesia. ***