Jakarta (Riaunews.com) – Kasus penyiraman air keras baru-baru ini kembali terjadi di Jakarta. Seorang pria berinisial R (48) menyiram istrinya berinisial SS (31) dan bayinya berinisial KM yang masih berusia satu tahun dengan air keras di Cengkareng, Jakarta Barat. Kedua korban tewas akibat disiram air keras.
Kasus penyiraman air keras kerap diberitakan yang mengakibatkan korban mengalami cacat hingga meninggal dunia.
Salah satu kasus yang cukup mendapat sorotan dan liputan luas media adalah yang terjadi pada mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Novel disiram air keras orang tak dikenal (OTK) di Jakarta hingga membuat mata sebelah kirinya tak bisa melihat.
Lantas, muncul pertanyaan, sebenarnya dari mana para pelaku mendapatkan air keras? Dan bagaimana aturan penggunaan air keras di Indonesia?
Dikutip dari Indozone, berikut beberapa fakta mengenai aturan peredaraan air keras di Indonesia.
1. Permendag Nomor 75 Tahun 2014
Air keras sendiri merupakan larutan asam kuat yang cukup pekat. Air keras terdiri dari beberapa jenis, yakni asam sulfat atau H2SO4, asam klorida atau HCL, dan asam fosfat H3PO4.
Di Indonesia, sebenarnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan aturan mengenai peredaran air keras ini di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 44 Tahun 2009 menjadi Permendag Nomor 75 Tahun 2014 yang dikeluarkan 14 Oktober 2014.
Dalam peraturan tersebut, Kemendag menjelaskan tentang siapa yang boleh memproduksi, menjual hingga mengedarkan air keras di Indonesia.
2. Syarat Produksi
Dalam peraturan tersebut, Kemendag menetapkan syarat wajib bagi produsen bahan kimia berbahaya atau P-B2 harus memiliki Izin Usaha Industri dari instansi yang berwenang.
Sedangkan untuk Importir Produsen (IP-B2) dan Importir Terdaftar (IT-B2), mereka harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag.
3. Syarat Distributor
Selanjutnya bagi distributor terdaftar (DT-B2), perusahaan yang ditunjuk produsen dan/atau Importir Terdaftar dan mendapatkan izin usaha perdagangan khusus (IUPK) dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri untuk menyalurkan B2 kepada PT-B2 (Pengecer Terdaftar) atau secara langsung kepada PA-B2 (Pengguna Akhir).
Izin Pengecer Terdaftar harus dilengkapi izin usaha perdagangan khusus B2 yang dikeluarkan oleh Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas Provinsi untuk menjual B2 kepada Pengguna Akhir.
Pengguna akhir sendiri disini merupakan perusahaan industri yang menggunakan B2 sebagai bahan baku atau penolong yang diproses secara kimia fisika.
Bahan ini umumnya digunakan di berbagai sektor kehidupan seperti manufaktur, pertanian, kesehatan, pertambangan, dan lain sebagainya.
Meskipun mekanisme registrasi B2 telah dibangun sedemikian rupa, namun pada praktiknya masih banyak ditemukan berbagai jenis bahan kimia berbahaya yang diedarkan dan diperjual-belikan. ***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.