Banten (Riaunews.com) – Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi mencatat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau sejak dua hari terakhir. Hari ini, gunung tersebut tercatat mengalami sembilan kali letusan. Hal ini membuat cemas warga di pesisir Lampung dan Banten akan terjadinya tsunami.
Seperti dialami warga di Pantai Carita, dan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, dilanda kecemasan akibat erupsi Gunung Anak Krakatau, yang berada di Perairan Selat Sunda
Kepala PVMBG Andiani mengatakan, hari ini teramati letusan sebanyak sembilan kali, yaitu pada pukul 09:43, 10:25, 10:28, 12:46, 13:00, 13:31, 13:41, 14:46 dan 17:07 WIB. Letusan dengan tinggi kolom abu berkisar 800-1000 meter di atas puncak dan warna kolom kelabu-hitam tebal.
Baca Juga:
- Ilmuwan Ungkap Letusan Gunung Berapi Bawah Laut Tonga Picu Gelombang Aneh di Atmosfer
- Erupsi Gunung Semeru Hampir Hancurkan Semua Rumah di Satu Dusun Lumajang
- 13 Orang Meninggal Akibat Letusan Gunung Semeru
“Pemantauan visual mengindikasikan bahwa erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam, ” jelas dia dalam keterangan resminya.
Pada 3 Februari 2022, pihaknya juga mencatat peningkatan intensitas aktivitas Gunungapi Anak Krakatau berupa hembusan asap dan abu. Pada malam hari teramati sinar api di atas kawah.
Sementara, aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau selama 16 Januari – 4 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya gempa-gempa vulkanik dan gempa permukaan yang mengindikasikan adanya intrusi magma dari bawah ke permukaan secara bertahap. Peningkatan intrusi magmatik kemungkinan mulai terjadi sejak 20 Desember 2021 yang diindikasikan dengan terekamnya gempa Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal dalam jumlah yang cukup signifikan.
Hal ini seiring dengan energi aktivitas vulkanik yang dicerminkan dari nilai RSAM (real-time seismic amplitude measurement) serta pola ungkitan dari pengukuran tiltmeter yang menunjukkan pola fluktuasi dengan kecenderungan relatif meningkat pada periode Januari- Februari 2022.
Ini disebabkan perubahan tekanan di permukaan yang berasosiasi dengan pergerakan fluida magma ke permukaan.
“Data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa Gunung Anak Krakatau masih berpotensi erupsi. Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini dapat berupa lontaran lava pijar, material piroklastik maupun aliran lava. Hujan abu lebat secara umum berpotensi di sekitar kawah di dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin, ” papar dia.
Saat ini tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau ditetapkan pada Level II (Waspada), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak mendekati dan beraktivitas di dalam radius 2 km dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau.
Masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Serta tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas Gunun Anak Krakatau.
Pada 22 Desember 2018 silam, Gunung Anak Krakatau juga mengalami erupsi. Reruntuhan materialnya kemudian mengakibatkan gelombang tsunami.
Lebih dari 400 orang di sekitar Selat Sunda meninggal dunia dalam bencana yang terjadi pada malam hari itu, dan ribuan lainnya terluka dan hilang.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.