Jakarta (Riaunews.com) – Kepulangan Habib Rizieq Shihab memicu kegaduhan. Berselang hari usai kedatangannya ‘melumpuhkan’ tol Bandara Soetta, Habib Rizieq kembali menyedot kerumunan massa saat menghelat acara Maulid Nabi Muhammad SAW di jantung ibu kota, Petamburan akhir pekan lalu.
Kesan pembiaran Pemprov DKI dan aparat keamanan telah memicu reaksi pemerintah pusat. Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan sanksi aparat yang membiarkan pelanggaran protokol kesehatan, sementara Presiden Joko Widodo menginstruksikan Mendagri Tito Karnavian menegur kepala daerah yang malah menjadi bagian dari kerumunan massa.
Baca: Kapolda Dicopot gegara Acara Habib Rizieq, PA 212 Pertanyakan Parade Banser di Banyumas
Gubernur DKI Anies Baswedan mengaku sejak awal pihaknya sudah memberi surat peringatan agar acara Habib Rizieq tak sampai menyedot kerumunan massa. Prosedur itu menurut dia tidak dilakukan kepala daerah lain selama gelaran Pilkada serentak 2020.
Masyarakat kadung dibuat bingung masa adaptasi kebiasaan baru alias new normal. Ombudsman DKI bahkan menilai sanksi Rp50 juta terhadap Habib Rizieq justru bisa jadi blunder kebijakan yang malah membuka peluang pihak lain melakukan kegiatan serupa.
Epidemiolog Pandu Riono mengatakan pemerintah sejak awal sudah tak konsisten dalam menerapkan kebijakan penanganan virus corona di tengah masyarakat.
Di satu sisi melarang orang-orang untuk berkerumun, namun di sisi lain membiarkan gelaran Pilkada 2020 tetap berlanjut yang sama-sama banyak menimbulkan orang-orang berkerumun.
“Kerumunan yang terjadi saat ini, baik di acaranya Habib Rizieq, GP Ansor, potensial menjadi cerminan juga akan terjadi di Pilkada bulan depan kalau antara regulasi dan implementasi tak sejalan,” kata Pandu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/11/2020).
Baca: Habib Rizieq Shihab Tidak Boleh Terpancing dengan Hasutan Murahan
Diketahui, Barisan Ansor Serba Guna (Banser), sayap organisasi Nahdlatul Ulama (NU), mengumpulkan ribuan anggotanya saat memperingati upacara Hari Pahlawan beberapa waktu lalu di Purwokerto, Jawa Tengah.
Pandu memandang kini pemerintah seperti ‘membiarkan’ publik dalam kondisi melakukan kerumunan di tengah pandemi. Kebijakan PSBB, yang selama ini diterapkan pemerintah daerah pun tak konsisten untuk menekan angka penularan.
Padahal, para ahli-ahli kesehatan masyarakat sudah bersepakat bahwa kerumunan dalam bentuk apapun di tengah pandemi harus dicegah. Tujuannya demi menekan angka penularan virus corona.
Justru sebaliknya, Pandu mengatakan pemerintah kini banyak mengizinkan acara-acara yang potensial membuat orang berkerumun. Seperti agenda demonstrasi, acara keagamaan, upacara/apel kebangsaan hingga gelaran kampanye Pilkada.
“Jadi banyak kebijakan pemerintah mensabotase kebijakan mereka sendiri. Tak konsisten,” kata dia.
Pandu menyatakan pemerintah sudah sewajarnya menegakkan aturan melarang kegiatan apapun yang berpotensi menimbulkan kerumunan publik tanpa tebang pilih. Baik acara keagamaan, demonstrasi hingga Pilkada.
Pandu pesimistis protokol kesehatan saat kampanye dan pencoblosan pada 9 Desember mendatang akan diterapkan dengan maksimal. Ia menilai potensi kerumunan juga pasti akan terjadi. Karena itu, ia menyarankan sebaiknya Pilkada 2020 ditunda hingga 2021 mendatang.
Baca: Anies Penuhi Panggilan Polisi soal Kerumunan Acara Habib Rizieq Shihab
“Presiden bilang harus ada aturan, harus ada PP. Terus gubernur suruh bikin aturan, tapi ada kebijakan Pilkada meski harus mematuhi protokol kesehatan. Tapi kan hampir gak mungkin,” kata Pandu.***