Jakarta (Riaunews.com) – Pasca revisi UU KPK RI, kinerja KPK banyak dicibir publik karena ulah sosok ketua Komisionernya Firli Bahuri (FB) doyan gunakan fasilitas wow, terlepas itu pakai uang sendiri, apalagi pimpinan pernah tersangkut masalah kode etik. Itu dinyatakan oleh dewan pengawas (Dewas) KPK RI sendiri.
“KPK RI nampaknya sudah mati suri, tak banyak bisa diharapkan lagi, bahkan sudah tak ada guna, kecuali hanya membuat polemik dimasyarakat oleh karena tingkah laku Komisioner- nya yang ingin dapat fasilitas mewah. Terus kapan kerjanya kalau selalu memunculkan polemik yang tak penting kecuali penting bagi KPK RI itu sendiri,” kritik pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta, Senin (19/10/2020).
Baca: Satu Tahun UU Baru KPK: OTT Semakin Sedikit, Yang Ditangani Semakin Receh
Ditambahkan Silaen, KPK RI berubah jadi ‘buruk rupa’ pasca revisi UU KPK RI.
“Ibarat kata orang bijak, ingin menangkap tikus yang diduga kuat ada di KPK RI, ehh malah membakar rumahnya KPK RI dengan cara revisi UU KPK nya, jadi semuanya jadi ikut hancur, siapa yang patut dipersalahkan dalam kasus polemik diseputar KPK RI kini?” tanyanya.
Silaen menyindir KPK hanya garang untuk kasus korupsi cere-cere (kecil-kecil), itulah kenapa KPK sudah tidak dapat diharapkan terlalu banyak untuk memberantas korupsi, cukup ditangani kejaksaan dan kepolisian.
“Kini masyarakat hanya jadi penonton sinetron KPK yang serba bermewah-mewah. Ingin dapat fasilitas mewah dll. Jika tak sanggup mengikuti pola hidup sederhana yang ditorehkan pendahulunya, kenapa ngotot ingin jadi komisioner KPK RI itu,” imbuhnya.
Menurutnya, track record KPK RI kini rusak parah sudah oleh para pemimpinnya yang hidup seperti selebritis politik wara-wiri di layar kaca, yang ingin disaksikan oleh juta-an rakyat Indonesia.
“Dewas KPK RI juga tak mampu berbuat apa- apa, kecuali cuap-cuap, menjelaskan ini itu, entah apa yang terjadi terhadap dewas, seperti macan ompong juga,” sindir Silaen.
Sebanyak apapun alasan pembenaran yang disampaikan oleh pimpinan KPK RI kepada publik dalam rangka membela diri. Tentulah tidak dapat diterima rakyat begitu saja, karena komisioner menampilkan sosok ‘perlente’ atas kontrasnya perilaku pimpinan, berbeda 180 derajat dengan tampilan perilaku pimpinan Komisioner periode sebelumnya, ini bukan soal salah benar, tapi soal kepantasan dan keteladanan, mengikuti pendahulunya,” ungkap Silaen.
Baca: Samuel F Silaen sindir Fadli Zon: Layaknya oposisi tapi hidupnya disusui pemerintah
Publik melihat kontrasnya perilaku komisioner terdahulu dengan sebelum FB dkk. Komisioner seperti sengaja melakukan pelanggaran kode etik karena sudah sangat jelas ada aturan tertulisnya, masyarakat dibuat terheran- heran dengan tingkah laku FB dkk.
Menurut dia, kalau flashback kebelakang, indikasi pelemahan KPK dimulai, sejak dari panitia seleksi calon pimpinan (capim) KPK bermasalah dan cacat Integritas.
Silaen mengatakan intensitas nuansa politis dalam penjaringan capim KPK yang begitu tinggi, adanya tudingan konflik kepentingan di KPK, makin terkuak jelas.
Pengamat politik ini juga menyebutkan adanya upaya sistematis untuk menghancurkan, melemahkan dan menyandra komisioner KPK yang nantinya akan terpilih, maka dalam masa tugasnya jika terpilih akan tersandra karena kartu ‘truf’ itu dijadikan ‘bargain’ politik.
Baca: Pastikan hadiri sidang Dewan Pengawas KPK, Firli Bahuri: Gaji saya cukup untuk menyewa heli
“Ini masalah sangat serius,” tegas alumni Lemhanas Pemuda I 2009 ini.
Menurutnya patut dicatat dengan baik rekam jejak komisioner yang bermasalah itu hingga akhirnya diloloskan.
“Berarti institusi KPK sengaja dilemahkan di dalam pemberantasan korupsi. Kini KPK seperti bekerja dengan pesanan (open order) maka akan diuber-uber sampai ketemu penyakitnya itu karena ditarget, misalnya kasus UNJ, atau mungkin saja kasus lainnya,” tandas Silaen.***