Michigan (Riaunews.com) – Starlink, satelit internet SpaceX milik Elon Musk menjadi salah satu teknologi baru yang menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Namun teknologi yang menjanjikan internet cepat menyelimuti Bumi ini mengancam eksplorasi luar angkasa.
Dilansir Detikinet, para peneliti dan astronom menyebut, meski layanan ini berpotensi merevolusi akses broadband di seluruh dunia, metodologi, aplikasi, dan dampaknya pada langit malam cukup mengkhawatirkan serta punya konsekuensi jangka panjang.
Polusi cahaya
Ahli astrofisika Universitas Michigan di Ann Arbor, Patrick Seitzer mengungkapkan, satelit Starlink lebih terang dari 99% semua objek yang sekarang berada di orbit Bumi.
“Para astronom dapat mengatasi total satelit yang awalnya diproyeksikan Starlink sekitar 1.500 satelit. Tapi rencana SpaceX meluncurkan lebih dari 42.000 satelit ke luar angkasa dapat secara serius menghambat upaya para astronom untuk menangkal polusi cahaya,” kata Seitzer seperti dikutip dari ScienceNews.
Selain Starlink, para pesaingnya seperti Project Kuiper dari Blue Origin milik Jeff Bezos dan OneWeb Satellite Constellation kepunyaan Inggris juga bersiap meluncurkan armada satelit internet mereka sendiri dalam waktu dekat.
“Tidak berlebihan membayangkan bahwa ratusan ribu satelit baru akan mengangkasa dalam dekade berikutnya, karena potensi keuntungan yang besar dalam perlombaan broadband satelit,” sebut Seitzer.
Meski SpaceX telah meluncurkan satelit “DarkSat” yang diklaim mengurangi polusi cahaya sejak awal 2020, studi yang dilaporkan oleh New Atlas menyebut bahwa pengurangan tingkat kecerahan secara keseluruhan hanya sekitar 50%.
Pengurangan tingkat kecerahan dinilai sebagai langkah ke arah yang benar, namun dampaknya terlalu kecil dalam mengatasi masalah polusi cahaya yang ditimbulkan oleh satelit Starlink. Upaya lainnya untuk mengurangi polusi cahaya dari satelit antara lain termasuk membenamkan teknologi tabir surya anti-reflektif untuk meminimalkan reflektifitas jauh agar lebih efektif dibandingkan yang dilakukan DarkSat.
“Ada sedikit kelegaan bahwa, ya, SpaceX berhasil membuat Starlink tidak terlalu terang. Tapi itu tidak menghilangkan kebutuhan akan pendekatan yang lebih memiliki regulasi, pendekatan regulasi global,” komentar astronom Harvard University Jonathan McDowell.
Bisa bertabrakan
Jumlah satelit Starlink yang sangat banyak juga menimbulkan potensi ancaman dari reaksi berantai satelit yang saling bertabrakan, mengirimkan ribuan bongkahan besar sampah dan puing-puing luar angkasa yang mengorbit di sekitar Bumi.
Terlalu banyak puing di antariksa dapat menjadi ancaman terhadap pesawat luar angkasa dan peluncuran satelit baru, sehingga membuat eksplorasi luar angkasa menjadi mustahil.
“Kasus terburuknya adalah, kita meluncurkan semua satelit. Ketika tidak lagi digunakan, semua satelit tetap di sana. Maka kita memiliki ribuan satelit baru tanpa rencana menyingkirkan yang lama dari sana,” ujar Stijn Lemmens dari badan antariksa Eropa ESA.
Kurangnya regulasi terkait luar angkasa akan sulit untuk mencegah perusahaan seperti SpaceX atau Blue Origin mencemari tata surya secara sepihak. Dan meski manfaat dari akses internet hingga ke pelosok sangat menarik, perlombaan memenuhi luar angkasa dengan satelit internet dapat membuat manusia kehilangan keindahan langit gelap di masa depan.
“Jika kita membiarkan (teknologi) Silicon Valley mengganggu langit malam, kita tidak akan pernah mendapatkannya kembali,” kata penulis Washington Post Shannon Stirone.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.