Bandung (Riaunews.com) – Pascapolemik pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyinggung Kajati berbahasa Sunda, sejumlah inohong di Jawa Barat bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil beberapa waktu lalu.
Inohong dalam bahasa Sunda adalah tokoh masyarakat, pemimpin, atau orang berpengaruh karena kapabilitasnya (ilmu, jabatan, dll).
Baca Juga:
- KNPI Jabar Terima Tantangan Arteria Dahlan Laporkannya ke MKD
- Ridwan Kamil Sesalkan Pernyataan Arteria Dahlan Soal Jaksa Pakai Bahasa Sunda
- Arteria Dahlan jadi Musuh Orang Sunda, Nih Buktinya
Emil, sapaan Ridwan Kamil menyebut hasil pertemuan itu para inohong Jabar menyepakati momentum kebinekaan saat ini harus dirawat oleh semua pihak.
“Kesimpulannya menyepakati agar momentum bersatu ini harus terus dirawat,” katanya usai menghadiri peluncuran program Injabar Podcast di Taman Hutan Raya (Tahura) Dago, Bandung, Selasa (25/1/2022).
Selain inohong Jabar, hadir dalam pertemuan dengan Gubernur Jabar itu adalah para sesepuh, akademisi, budayawan Sunda, serta pemangku kebijakan lain di wilayah provinsi itu.
Adapun masalah kebinekaan kini tengah menjadi sorotan adalah setelah Arteria mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin mencopot Kajati yang berbahasa Sunda dalam rapat kerja.
Para inohong Jabar seperti Popong Otje Djundjunan (Ceu Popong), Tjetje Padmadinata, Didi Turmudzi, hingga Budi Setiawan Garda Pandawa alias Budi Dalton menyampaikan sikap dan sarannya terkait peristiwa itu.
Kajian dari para budayawan dan inohong tersebut kemudian dititipkan kepada Injabar untuk dijadikan rumusan kebijakan pemerintah.
“Saya titipkan ke Injabar sebagai salah satu forum untuk menguatkan hal tersebut,” ujar Emil.
Menurut Emil, saat ini masyarakat Indonesia khususnya Jabar harus tetap fokus pada hal yang sifatnya membangun dan tidak terganggu oleh situasi yang mengoyak kebinekaan.
“Kita tahu selain kejadian Arteria, sekarang ada lagi yang ramai, jangan sampai situasi itu mengoyak kebinekaan,” ungkapnya menyinggung soal ucapan Edy Mulyadi terkait Kalimantan yang akan menjadi lokasi Ibu Kota Negara (IKN).
“Itu juga sangat disesalkan karena pada dasarnya hidup ini ada pilihan termasuk pilihan kata yang sama argumentasinya namun tidak menyakiti. Tapi kalau dipilih kalimat yang mungkin menjadi multitafsir, menyinggung bangsa kita akan sibuk waktunya membahas hal-hal seperti itu dibanding kemampuan untuk membangun,” tutur Emil.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.