Jakarta (Riaunews.com) – Pemberlakuan protokol terhadap acara pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang menimbulkan kerumunan dengan kegiatan lainnya termasuk penyambutan Habib Rizieq Shihab dinilai tidak adil dan berat sebelah.
Kondisi ini pun menuai kritik masyarakat setelah polisi menegaskan kerumunan massa Gibran Rabuming dalam Pilkada Solo dilindungi Undang Undang.
Baca: Tak Periksa Ganjar Pranowo Karena Kerumunan Kampanye Gibran, Polisi Terlihat Berpihak
“Polisi tegaskan kerumunan massa Gibran di Solo dilindungi Undang Undang. Nah, paham…?” twit Tengku Zulkarnain Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti yang dikutip INDOZONE, Jumat (17/11/2020).
Polisi tegaskan kerumunan massa Gibran di Solo dilindungi Undang Undang.
Nah, paham…? pic.twitter.com/UGohNKFVkb— tengkuzulkarnain (@ustadtengkuzul) November 19, 2020
Begitu juga relawan kesehatan Pandemi Covid-19, dr Tirta Hudhi yang menilai kalau dirinya gagal paham dengan pernyataan pihak kepolisian kalau kerumunan massa Gibran dilindungi undang-undang.
“Nah ini gagal pahamnya, saya ga urusan politiknya ya, mau siapapun ya kita tegur , kita sama2 manusia yg cuma punya status duniawi berbeda, itu doank,” sebut dr Tirta dalam akun Intagramnya.
Menurut Tirta, pihaknya menyoroti kerumunan massa yang tidak sesuai dengan protokol merupakan faktor resiko penularan infeksi untuk orang lain.
“Jadi penyelenggara dan satgas covid harus kompak. Fyi pak pak sekalian, virus covid emang takut hukum? Kagak lah? Hahaha , kalo buat krumunan, konsul (konsultasi) dulu ke dinkes minimal la,” katanya.
Dia blak-blakan mengatakan kalau mau kerumunan gak salah di mata hukum, tetap tidak mengubah fakta itu rentan menjadi klaster baru.
Baca: Polisi Tak Usut Kerumunan Kampanye Gibran, PKS: Jangan Gitu Dong!
“Mau siapapun, juga harus ditegur kalo buat kerumunan yang tidak sesuai protokol. Fyi 8 juni saya aja ga jaga jarak disanksi copot dari satgas, haha jadi mau siapapun ya harus adil,” katanya.
“Harap dipahami semua pihak, rasah do eyel2 an ah, masalah sepele kok ga kelar2,” tambahnya.
View this post on Instagram
Polisi tegaskan pilkada dilindungi UU
Pemanggilan terhadap sejumlah pihak terkait peristiwa kerumunan massa di acara Maulid Nabi Muhammad dan akad nikah puteri dari Habib Rizieq Shihab (HRS) menuai polemik.
Berkaca pada saat pendaftaran Gibran Rakabuming Raka putera Presiden Joko Widodo ke KPU saat mendaftar sebagai calon wali kota Solo tak kunjung mendapat sanksi.
Mabes Polri menegaskan kalau acara pilkada yang kemudian menimbulkan kerumunan massa seperti itu dilindungi undang-undang.
Baca: Ini Alasan Polisi Tak Usut Kasus Kerumunan Gibran di Solo
“Jangan samakan kasusnya. (di Solo) itu urusan Pilkada, di sana ada pengawasnya (Bawaslu),” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (18/11) lalu.
Oleh karena itu, Awi meminta agar semuanya bisa membedakan dua kasus kerumunan tersebut.
Ia menegaskan, Pilkada secara konstitusional sudah diatur dalam perundangan-undangan. Termasuk turunan-turunannya sampai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) telah disusun sedemikian rupa.
Bahkan, maklumat terakhir Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis pun terkait dengan Pilkada.
“Peraturan perundang-undangan sudah mengatur semuanya, penyelenggara pun sudah diatur sedemikian rupa dan ini amanat undang-undang. Jangan disamakan dengan alasan-alasan yang tidak jelas,” tutur Awi.
Kendati demikian, lanjut Awi, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Polri bersama TNI, pemerintah daerah serta stakeholder lainnya melakukan patroli bersama. Juga melakukan pengawasan, menertibkan.
“Tadi bilang kalau ada kerumunan tentunya dibubarkan, itu namanya menertibkan, termasuk sekarang kita melakukan operasi Yustisi itu salah satu amanat Inpres 06 tahun 2020 dan terakhir penegakan hukum,” kata Awi.