Jakarta (Riaunews.com) – Surat kabar Australia, Sydney Morning Herald, mengulas tentang perbandingan antara polemik Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur New York, Andrew Cuomo, dalam penanganan wabah virus corona.
Cuomo kerap berbeda pendapat dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait penanganan virus corona.
Artikel yang ditulis James Massola itu menyebut, Anies dan Andrew harus bekerja cepat menangani virus corona dan berhadapan dengan para presiden yang dinilai lambat dalam menghadapi pandemi ini.
“Keduanya juga dipuji untuk pekerjaan mereka mencoba menyelamatkan hidup di kota-kota padat penduduk. Jakarta memiliki populasi sekitar 10 juta, sementara New York memiliki 8,3 juta,” tulis James, seperti dikutip pada Jumat (8/5/2020).
Dalam sebuah wawancara dengan Sydney Morning Herald dan The Ages, Anies menyatakan bahwa pada 6 Januari setelah mendengar kasus pertama virus corona di Wuhan, pihaknya sudah mengadakan rapat dengan seluruh rumah sakit di Jakarta dan menyediakan nomor hotline di 190 rumah sakit di Jakarta.
Saat itu mereka baru menyebut kasus pneumonia Wuhan.
Dalam wawancara itu, Anies menyebut jika kasus Pneumonia Wuhan jumlahnya terus meningkat pada Januari dan Februari. Kemudian ia segera memutuskan agar seluruh jajarannya bersiap menghadapi virus corona.
“Dan ketika jumlahnya terus bertambah, saat itu kami tidak diizinkan untuk melaksanakan tes. Jadi, ketika ada kasus baru, kami mengirim sampel ke laboratorium nasional (pemerintah pusat),” kata Anies dalam wawancara itu.
“Kemudian, laboratorium nasional akan menginformasikan apakah hasilnya positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya, kenapa seluruh hasil tesnya negatif,” lanjutnya.
Anies kemudian memutuskan untuk menyampaikan kepada publik dan mengatakan bahwa pihaknya telah memantau sejumlah kasus tersebut. Namun, saat itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyangkal ucapan Anies.
Padahal, sepanjang Januari hingga Februari, Menteri Terawan berulang kali menyangkal bahwa Indonesia memiliki kasus virus corona, meskipun banyak bukti yang bertentangan.
Sementara itu, seiring berjalannya waktu, Presiden Jokowi akhirnya mengakui pemerintah menahan informasi terkait virus corona untuk menghindari kepanikan di tengah masyarakat.
Anies, dalam artikel SMH tersebut, juga membantah laporan pemerintah pusat yang menyebut bahwa Indonesia telah melalui kondisi terburuk terkait virus corona. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga tak ingin sesumbar, seperti pemerintah pusat yang menyatakan bahwa kehidupan masyarakat akan kembali normal pada Juni atau Juli.
“Kenapa saya tidak mau memprediksi? Karena saya melihat data, itu tidak mencerminkan akan segera berakhir. Itu yang dikatakan oleh epidemiologis. Ini adalah saat-saat para pembuat kebijakan mempercayai sains,” ujar Anies.
Anies juga menyatakan frustrasi dengan sikap pemerintah pusat, terlebih dengan Menkes Terawan karena masalah transparansi data.
“Dari sisi kami, transparan dan memberitahu masyarakat apa yang harus dilakukan untuk memberikan rasa aman. Tetapi, Kementerian Kesehatan merasakan sebaliknya, bahwa transparansi akan membuat panik,” jelas Anies.
Hingga Jumat (8/5), tercatat ada 4.901 kasus positif virus corona di Jakarta. Dari jumlah tersebut, 431 meninggal dan 763 lainnya telah sembuh.
Selain itu, menurut Anies, jumlah jenazah yang dimakamkan di Jakarta bertambah seiring munculnya wabah virus corona. Pada pertengahan Maret saja, Pemprov DKI mencatatkan 4.300 jenazah yang dimakamkan di Jakarta, sementara pada April tercatat ada 4.590 jenazah yang dimakamkan.
Menurut Anies, dalam kondisi normal biasanya di Jakarta hanya ada sekitar 3.000 jenazah yang dimakamkan selama sebulan. Artinya, ada kenaikan sekitar 1.500 jenazah yang dimakamkan di DKI Jakarta.
“Peningkatan kematian ini kemungkinan besar karena kasus Covid, dan jika angka kematian 10 persen, mungkin di luar sana ada sekitar 15 hingga 30 ribu orang yang terinfeksi di Jakarta. Kami pikir jumlah (kematian dan infeksi) jauh lebih tinggi dari apa yang dilaporkan oleh Kemenkes,” ujarnya.
Terkait kapasitas tes, Anies mengaku optimis Indonesia tengah mengupayakan meningkatkan daya uji laboratorium. Karena baru-baru ini memperoleh lebih banyak tes antigen dari Korea Selatan dan China.
Jakarta, kata Anies, saat ini dapat memproses 3.086 tes virus corona dalam sehari di 23 laboratorium.
Selain itu, saat ini di Jakarta juga sudah ada 63 rumah sakit garis depan dan 172 rumah sakit lainnya untuk menangani wabah virus corona.
Kemudian, Pemprov DKI juga menyatakan, dari 1.600 tempat tidur yang disiapkan untuk pasien corona tidak sepenuhnya terpakai, dan menurut Anies, saat ini hanya 900 ICU di Jakarta yang digunakan.
Dalam kesempatan itu, Anies juga menyebut jika Presiden Jokowi seharusnya melarang mudik lebih cepat. Pasalnya, menurut perhitungan Anies, ada sekitar 1,6 juta orang yang telah meninggalkan Jakarta.
Selain itu, untuk mencegah gelombang kedua virus corona di Jakarta, Anies menegaskan akan melarang orang-orang yang telah mudik kembali ke Jakarta.
Kebijakan Anies ini pun sempat dikritisi oleh sejumlah politisi pemerintah pusat karena dianggap berlebihan, menjawab kritikan tersebut, Anies mengatakan “Saya tidak khawatir tentang apa yang dikatakan media sosial tentang kebijakan kami,” ujar Anies.
“Saya lebih khawatir tentang apa yang akan ditulis sejarawan di masa depan tentang kebijakan kami,” lanjutnya.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.