Jakarta (Riaunews.com) – Penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, penyerang Novel Baswedan menyatakan tindakan kliennya menyiram penyidik KPK itu dengan larutan asam sulfat dicampur dengan air sebagai tindakan spontan tanpa perencanaan.
“Terdakwa tidak ada melakukan perencanaan penyiraman, tapi bentuk spontanitas terdakwa terhadap saksi korban. Terdakwa mencari alamat, meminjam motor, dan melakukan survei tidak bisa dikatakan perencanaan, tapi hanya aksi spontan karena terdakwa merasa muak dengan aksi korban, sehingga spontan ambil mug dengan isi air aki bercampur air,” kata penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, Widodo, saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6/2020), dikutip dari Antara.
Baca: Mahfud MD: Soal penyerang Novel dituntut ringan, itu urusan Kejaksaan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (11/6) menuntut dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan yaitu dua orang anggota Polri aktif Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selama 1 tahun penjara dengan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut JPU, para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel. Keduanya disebut hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke badan Novel Baswedan. Tapi di luar dugaan, ternyata mengenai mata yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen dan menyebabkan cacat permanen.
Menurut pengacara, Rahmat juga mengalami gangguan tidur semalam sebelum 11 April saat terjadi peristiwa penyiraman.
“Terdakwa malam harinya tidak bisa tidur karena keadaan gelisah. Ini menunjukkan tidak ada rencana dalam diri terdakwa karena rencana memiliki faktor yang diniati. Ahli Prof Hamdi Muluk telah mengobservasi karakter terdakwa dan menyatakan terdakwa berjiwa pelaut sehingga agresif dan ingin melakukan sesuatu segera serta impulsif,” tambah Widodo.
Baca: Sebut terdakwa tak sengaja siram Novel, Netizen bongkar rekam jejak jaksa Fedrik
Artinya Rahmat dinilai membenci Novel dan ketika ada kesempatan, dorongan impulsifnya pun keluar.
“Sifat impulsif itu muncul karena melihat Novel yang petantang-petenteng memojokkan anak buahnya dalam kasus pencurian sarang burung walet. Sehingga muncul kata pengkhianat ke saksi korban karena terdakwa membandingkan dengan atasannya yang loyal,” kata Widodo.
Sifat terdakwa yang impulsif dan jauh obsesif dari Ronny Bugis menjadi dasar untuk memberi pelajaran kepada saksi korban.
“Artinya tidak ada perencanaan dalam peristiwa itu dan tidak ada maksud mencelakai dan mengakibatkan penganiayaan berat tapi hanya memberikan pelajaran,” jelas Widodo.
Dalam nota pleidoinya, pengacara juga menyebut tindakan Rahmat adalah sebagai perbuatan tunggal.
“Terungkap kebenaran materiil dari pengakuan hakiki terdakwa bahwa ia mengakui sebagai pelaku tunggal dan melakukan perbuatan secara mandiri tanpa suruhan atau bujukan dari siapapun dalam melakukan penyiraman dengan air aki dicampur air terhadap Novel Baswedan,” katanya.
Dengan maksud memberikan efek jera kepada saksi korban karena perbuatan saksi korban tidak selaras sebagai mantan anggota Polri lainnya atau harapan terdakwa, yaitu menjunjung tinggi jiwa korsa.
“Ahli Prof Hamdi Muluk mengatakan terdakwa menguasai teknik operasi, tapi tidak menggunakannya karena hanya ingin memberikan pelajaran kepada saksi korban,” ungkap Widodo.
Baca: Pakar Hukum Pidana: Tuntutan 1 tahun bagi penyerang Novel dinilai jauh dari keadilan
Rahmat, menurut Widodo, perbuatan itu bukan muncul karena ancaman atau paksaan dari orang lain melainkan timbul dari hati nurani Rahmat yang merasa kepolisian diremehkan.
“Sikap patriotik terdakwa merasa tercabik dan dengan melihat fakta seperti itu sehingga secara spontan menciptakan antipati terhadap saksi korban. Inilah yang membuat terdakwa spontan ingin memberikan pelajaran kepada saksi korban dengan menyiramkan air aki yang sudah dicampur air biasa ke tubuh korban. Pengakuan terdakwa itu bukan rekayasa atau diarahkan melainkan kebenaran,” tambah Widodo.
Rahmat disebut tidak punya maksud atau “mens rea” untuk mencederai Novel.
“Peristiwa terhadap saksi korban adalah peristiwa yang sering terjadi dan dapat menimpa siapa saja tapi digiring oleh pihak tertentu maka menggelinding seolah-olah menyudutkan pihak kepolisian,” ungkap Widodo.
Dalam pleidoi tersebut, pengacara meminta agar majelis hakim menyatakan Rahmat Kadir Mahulete dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, subsider dan dakwaan lebih subsider dan harus dibebaskan dari seluruh dakwaan. Penasihat hukum juga meminta majelis hakim memulihkan dan mengembalikan serta merehabilitasi harkat, martabat dan nama baik Rahmat serta mengeluarkannya dari rumah tahanan.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 22 Juni 2020 dengan agenda tanggapan JPU atas nota pembelaan.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.