Jakarta (Riaunews.com) – Rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) disebut menghamburkan uang rakyat dalam skema APBN membayar buzzer atau influencer untuk menggiring opini publik. Bahkan para buzzer juga ‘menyerang’ warga yang mengkritik kebijakan pemerintah di media sosial.
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menyatakan, tidak rela dana rakyat dari APBN digelontorkan untuk para buzzer yang bekerja untuk menyerang aktivis demokrasi dan HAM, bahkan peyidik KPK seperti Novel Baswedan di media sosial.
Baca: Haris Azhar sebut Jokowi seperti dikeliling orang tak mikirin rakyat
“Saya keberatan uang rakyat dibuang-buang untuk membiayai kelompok ini (buzzer). Dicek teman-teman masyarakat sipil, follower akun-akun anonim penyerang itu cuma 3, 6,” kata Haris dalam diskusi bertopik Riuh Keruh Media Sosial dan Kebebasan Berpendapat yang diselenggarakan Rekat Anak Bangsa, Sabtu (20/6/2020).
Haris menilai pemerintah kerap abai dalam menegakan hukum bagi warga negara yang membutuhkan keadilan. Namun ketika warga yang bersuara dan mengkritik pemerintah justru dikriminalisasi.
Seperti kasus yang dialami Ravio Patra, pegiat demokrasi dan HAM, akun WhatsAppnya diretas karena terlalu lantang mengkritik kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah.
“Negara sekarang perannya kebolak-balik. Ketika harus intervensi seperti proses penegakan hukum kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan negara tidak hadir. Tetapi ketika ada warga yang berjuang untuk keadilan, mengkritik malah negara mengintervensi,” ujarnya.
Baca: Polisi didesak setop kriminalisasi pengkritik pemerintah dan bebaskan Ravio
“Jadi negara tidak bisa mengintervensi sampai 24 jam itu (kerja-kerja buzzer).”
Pada Februari lalu, Presiden Jokowi menyiapkan anggaran sebesar Rp72 miliar untuk para influncer guna mempromosikan sektor pariwisata saat lesunya kunjungan turis imbas Virus Corona.***