
Jakarta (Riaunews.com) – Menteri Koordinator Kemaritaman dan Investasi yang juga sebagai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Luhut Binsa Panjaitan, tampaknya mulai mengaku kewalahan menghadapi virus corona varian delta.
Luhut menyebut varian Delta sulit dikontrol, sehingga pihaknya meminta masyarakat memahami dan semakin meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan.
[box type=”shadow” align=”” class=”” width=””]
Baca Juga:
- Tiga Kata Bu Susi Bikin Luhut Jadi Bulan-bulanan Netizen
- Covid Makin Tak Terkendali, Luhut Diduga Tutupi Sesuatu
- Klaim Tangani Covid-19 Dengan Baik, Luhut Minta Semua Pihak Tidak Berkomentar
[/box]
“Saya mohon kita semua paham, dari varian Delta ini varian yang tidak bisa dikendalikan,” ujar Luhut saat konpers virtual pada Kamis (15/7/2021).
Penularan virus corona di Indonesia yang meluas mengakibatkan penambahan pasien mencapai rekor tertinggi yakni 54 ribu dalam 24 jam. Begitu pula kasus kematian harian yang membuat Indonesia sempat menduduki peringkat pertama di dunia.
Lonjakan kasus COVID-19 yang signifikan dipicu meluasnya varian Delta yang memiliki kemampuan penyebaran cepat. Bahkan mayoritas atau 97 persen kasus di Indonesia didominasi varian Delta.
Dijelaskan Luhut, varian Delta tak hanya menimbulkan lonjakan kasus corona di Indonesia. Ia menyebut negara-negara seperti Inggirs, Belanda, Amerika Serikat, dan Thailand, mengalami permasalahan yang sama.
“Jadi jangan kita melihat Indonesia saja yang kena. Itu Inggris kena, Belanda kena. Perdana Menteri Belanda kemarin minta maaf karena dia menyetujui lepas masker, beberapa waktu lalu yang sekarang naik eksponensial, Malaysia juga masih semua juga. Rusia, Thailand, dan sebagainya. Thailand dan AS sendiri juga mengalami kenaikan yang luar biasa,” jelas Luhut.
Dalam kesempatan itu, Luhut sekaligus meminta setiap pernyataannya mengenai penanganan COVID-19 tidak ditampilkan sepotong-sepotong.
“Jadi saya mohon kita enggak usah berpolemik membuat berita yang kontradiksi atau statement saya dipotong-potong. Kita ini menyelamatkan nyawa orang, makin banyak kita bikin berita tidak benar, makin stres orang, makin banyak orang meninggal,” pungkasnya.***