Jakarta (Riaunews.com) – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya tidak akan mencabut Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021. SK tersebut terkait keputusan Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri terkait langkah pembebastugasan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hal ini menyikapi hasil rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) agar KPK bisa lagi menugaskan 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan.
“Pembebastugasan berdasarkan SK 652 sekali lagi sampai saat ini kami belum pernah mencabut,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/8/2021).
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menegaskan, pembebastugasan merupakan ranah instansinya. Karena itu, lembaga antirasuah tidak akan kembali mempekerjakan pegawai berdasarkan rekomendasi Ombudsman.
Ghufron berpendapat, Ombudsman tidak bisa mencampuri sikap KPK yang membebastugaskan pegawai tidak memenuhi syarat TWK. Mengingat 75 pegawai KPK, kini dinonaktifkan dari jabatan maupun tugas-tugasnya.
Selain itu, Pimpinan KPK juga membantah tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang TWK. Menurutnya, rapat gabungan yang digelar pada 25 Mei 2021 merupakan tindaklanjut dari arahan Jokowi.
“Dengan ini terlapor menyatakan keberatan untuk melanjuti tindakan korektif yang dinyatakan Ombudsman kepada KPK,” ujar Ghufron.
Oleh karena itu, pihaknya akan memberikan surat tanggapan kepada Ombudsman pada Jumat (6/8) besok (hari ini-red). Hal ini sebagai tindaklanjut dari rekomendasi Ombudsman kepada KPK.
“Kami akan menyerahkan surat keberatan ini sesegera mungkin besok, 6 Agustus 2021 pagi ke Ombudsman,” tegas Ghufron.
Sebelumnya dalam hasil temuan yang disampaikan Komisioner Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, Pimpinan KPK telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar tidak ada pemberhentian pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat perailah status sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Tetapi justru KPK malah menerbitkan SK 652 Tahun 2021. SK tersebut juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU KPK hasil revisi Nomor 19 Tahun 2019, dimana jangan mempersulit pegawai KPK dalam peralihannya menjadi ASN.
“Atas terbitnya SK 652 KPK telah melakukan tindakan maladministrasi berupa tindakan tidak patut dalam menerbitkan SK. Karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, bentuk pengabaian KPK terhadap pernyataan presiden dan tidak diatur konsekuensi tersebut dalam aturan KPK,” ujar Robert dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/7).***