Jakarta (Riaunews.com) – Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji penerbitan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Kajian ini berkaitan dengan uang digital Bank Indonesia bisa menjadi alat pembayaran yang sah.
Mengutip Instagram @bank_indonesia, Senin (31/5/2021), BI menjelaskan perbedaan antara mata uang digital dengan rupiah dan uang elektronik.
[box type=”shadow” align=”” class=”” width=””]
Baca Juga:
- Elon Musk Umumkan Mobil Tesla Bisa Ditebus Dengan Bitcoin
- Harga Bitcoin Cetak Rekor, Nyaris Tembus Rp700 Juta
- Seluruh Bank Konvensional Hengkang Dari Aceh
[/box]
Mata uang digital adalah alat pembayaran yang akan diterbitkan oleh BI. Sementara, uang elektronik adalah instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh pihak swasta atau industri.
Lalu, rupiah adalah alat pembayaran yang sah untuk melakukan transaksi sesuai dengan undang-undang (uu). Hal ini bisa dilakukan secara tunai dan non tunai.
Mata uang digital, lanjut BI, nantinya harus dibentengi dengan firewall untuk menghindari serangan siber. Bank sentral akan menyiapkan desain dan sistem keamanan sebelum masyarakat bisa menggunakan mata uang digital.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penerbitan mata uang digital itu juga mempertimbangkan pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
“Tentu kami pertimbangkan (untuk) mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran termasuk persiapan dari infrastruktur pasar uang, valas dan sektor keuangan,” ucap Perry.
Selain itu, bank sentral juga mempertimbangkan teknologi CBDC yang dipakai di negara lain. Salah satunya adalah bentuk platform-nya.
Sebagai informasi, sejumlah negara tengah mengkaji penerbitan mata uang digital di tengah kian populernya mata uang kripto seperti Bitcoin. Beberapa negara yang tengah mengkaji diantaranya, Inggris, China, Jepang, dan Uni Eropa.***
Lihat postingan ini di Instagram