Kamis, 14 November 2024

Menurut Faisal Basri, perbedaan Tiket KRL Bagi Orang Kaya Menyesatkan

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Kereta Rel Listrik (KRL) yang beroperasi di sekitar Jabodetabek. (Foto: Tribunnews)

Jakarta (Riaunews.com) – Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menilai wacana pembedaan tarif KRL bagi orang kaya dan miskin menyesatkan.

“Gak tepat terlalu halus, ini menyesatkan,” ujarnya.

Faisal mengatakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak bisa mengotak-ngotakan tarif transportasi publik atas nama menekan subsidi. Ia mengatakan subsidi ongkos transportasi umum itu sudah baik karena keuntungan ekonominya lebih besar.

Ia mencontohkan dengan banyaknya orang naik kendaraan publik, maka ongkos kemacetan dan polusi bisa ditekan. Pasalnya, penggunaan kendaraan pribadi berkurang.

Nah, kalau tarif KRL untuk orang kaya dibedakan, ada kemungkinan mereka yang mendapat ongkos lebih mahal itu malah kembali berpindah ke kendaraan pribadi.

Lagi pula, imbuhnya, yang disebut orang kaya oleh Kemenhub itu tolok ukurnya seperti apa. Menurutnya, hampir semua orang yang naik KRL adalah masyarakat menengah ke bawah.

Apalagi KRL di Jabodetabek ini adalah kendaraan bagi masyarakat yang berada di daerah penyangga Jakarta untuk bepergian menuju pusat ibu kota.

“Jadi, sekaya-kayanya orang yang naik KRL itu gak ada orang kaya. Pada umumnya adalah kelas menengah ke bawah. Mahasiswa, karyawan, Anda bisa lihat. Kalau orang kaya gak mau umpel-umpelan,” katanya, sebagaimana dikutip dari laman CNN Indonesia, Senin (9/1/2023).

Lebih lanjut, Faisal menuturkan jika kelak malah makin banyak orang beralih ke kendaraan pribadi, subsidi BBM malah yang akan jebol. Artinya, pengeluaran pemerintah akan lebih besar alih-alih menghemat.

Faisal menduga wacana pembedaan tarif KRL ini hanyalah upaya untuk menekan belanja setiap kementerian di APBN. Dalam kasus Kemenhub, anggaran kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO) yang ditekan.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan semata-mata agar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tetap berjalan.

“Jadi demi untuk ibu kota baru jalan terus, demi untuk BUMN disuntik, PT Garuda disuntik, karya-karya disuntik itu kok gak dipertanyakan? Nah yang bisa dipotong pada umumnya yang kepentingan orang banyak,” ucap Faisal.

Padahal menurut Faisal negara yang beradab adalah negara yang menggunakan transportasi publik.

“Negara yang beradab, keberadabannya tinggi adalah negara yang menggunakan public transport, baik kaya ataupun miskin,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan tak akan ada kenaikan tarif KRL saat ini. Namun, akan diberlakukan tarif baru bagi orang kaya tanpa melalui sistem subsidi.

Menurutnya, sistem subsidi ini diberlakukan untuk memastikan bahwa yang menikmati tarif KRL murah saat ini adalah orang yang tepat. Masyarakat dengan ekonomi mampu akan membayar tarif KRL tanpa subsidi.

Budi menjelaskan saat ini yang menggunakan tarif KRL tarifnya hanya sekitar Rp4 ribuan untuk jarak minimal karena subsidi jenis PSO yang diberikan pemerintah. Padahal, harusnya tarif aslinya sekitar Rp10 ribu – Rp15 ribu.

Sebab itu, dengan pemberlakuan sistem subsidi ini, kemungkinan tarif KRL bagi orang kaya akan mendekati tarif asli atau tanpa subsidi. Rencananya, pemerintah akan menerbitkan kartu baru guna membedakan profil penumpang agar rencana pemberlakuan sistem subsidi ini berjalan dengan lancar.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *