Selasa, 26 November 2024

Para Youtuber dan Selebgram terancam jika gugatan RCTI menang

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Jakarta (Riaunews.com) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut apabila permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial (medsos) karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.

Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli mengatakan perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan konten audio visual lainnya dalam platform medsos diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin.

Baca: Lahir di Dumai, Atta Halilintar mengaku suatu saat ingin bangun kampung halaman

“Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin,” katanya mengutip Antara, Kamis (27/8/2020).

Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana.

Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran, tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.

Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.

Untuk diketahui, RCTI dan iNews TV, yang mengajukan uji materi UU Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Baca: YouTuber Korsel Ceritakan Bagaimana ABK Indonesia Diperbudak di Kapal China

Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.***

Editor: Ilva

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *