Jumat, 29 November 2024

Kisah Teladan Umar Bin Khatttab, Pemimpin yang Lebih Mendahulukan Orang Lain Ketimbang Anak Sendiri

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
(ilustrasi: detik)

UMAR bin Khattab radhiyallahu anhu seorang khalifah sekaligus pemimpin yang sangat adil. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) jauh dari keseharian kehidupan Umar bin Khattab yang selalu takut kepada Allah SWT.

Dikisahkan, suatu ketika Umar bin Khattab membagi-bagikan uang kepada kaum Muslimin berdasarkan prestasi dan keturunan. Saat itu, Umar bin Khattab telah menjadi khalifah yang pemimpin umat dan masyarakat.

Umar bin Khattab memberikan 4.000 Dirham kepada Usamah ibn Zaid. Kemudian sebanyak 3.000 dirham diberikan kepada Abdullah ibn Umar.

Usamah bin Zaid adalah salah seorang pemeluk Islam paling awal dan pembantu Nabi Muhammad SAW. Usamah bin Zaid mendapat julukan terhormat yaitu Hubbi Rasulillah artinya orang yang dicintai Rasulullah SAW.

Abdullah ibn Umar adalah adalah anak dari khalifah kedua yakni Umar bin Khattab. Abdullah ibn Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya.

Dikisahkan, Abdullah ibn Umar protes kepada Umar bin Khattab dan berkata, “Wahai ayahku, kamu memberiku 3.000 Dirham, sementara Usamah diberi 4.000 Dirham, padahal aku sudah mengalami perjuangan yang tidak dialami oleh Usamah.”

Abdullah ibn Umar berkata, “Ayahnya (Usamah bin Zaid) juga mendapatkan kelebihan yang tidak kamu (Umar bin Khattab) dapatkan, sebagaimana Usamah juga mendapatkan kelebihan yang tidak aku dapatkan.”

Umar bin Khattab menjawab, “Sungguh, ayah (dari Usamah bin Zaid) lebih dicintai oleh Rasulullah SAW daripada ayahmu. Usamah lebih dicintai oleh Rasulullah SAW daripada kamu.”

Begitulah kisah Umar bin Khattab yang menolak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pendapat Pakar Tafsir Alquran Tentang Nepotisme

Dilansir Republika pada Rabu (25/10/2023), pakar tafsir Alquran yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Pasca Tahfiz Bayt Alquran, KH Syahrullah Iskandar mengatakan bahwa yang disebut dengan nepotisme sejatinya adalah kesukaan dan kecenderungan yang berlebihan kepada orang dekat sehingga memprioritaskannya dalam menduduki sebuah jabatan.

Menurutnya perilaku ini termasuk perilaku tercela dalam Islam karena mengabaikan prinsip keadilan. Sebab pertimbangan utamanya adalah hanya relasi kekeluargaan dan faktor kekerabatan tanpa memperhatikan kapabilitas, profesionalitas, dan sikap amanah.

Kiai Syahrullah menjelaskan bahwa sebuah jabatan adalah amanah. Sehingga butuh kesiapan dan kemampuan bagi orang yang mengembannya.

Kiai Syahrullah mengatakan bahwa sahabat Abu Dzar radiyallahu anhu pernah meminta kepada Rasulullah SAW agar dirinya dapat menduduki sebuah jabatan publik.

Meski Abu Dzar dikenal sebagai sahabat yang saleh dan dekat dengan Rasulullah SAW, tapi Rasulullah menilai Abu Dzar belum pantas menduduki jabatan tersebut karena besarnya amanah yang akan ditanggungnya.

“Meski faktor kedekatan dan kesalehan individu Abu Dzar tidak diragukan, tetapi menduduki sebuah jabatan publik mensyaratkan lebih dari itu. Sebuah jabatan di akhirat kelak berubah menjadi sebuah siksa dan penyesalan jika diabaikan,” kata Kiai Syahrullah.

Lebih lanjut Kiai Syahrullah mengatakan, Rasulullah SAW menekankan dua hal yang harus terpenuhi ketika menduduki sebuah jabatan, yaitu kepantasan dalam mengembannya dan memperolehnya dengan cara yang baik serta menunaikannya secara baik juga. ***


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan