Jakarta (Riaunews.com) – Terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Djoko Soegiarto Tjandra, mengaku pernah diminta rekannya yang bernama Rahmat untuk bertemu dengan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin.
Ia menuturkan Rahmat pernah menghubunginya dan mengajak bertemu dengan Ma’ruf bertepatan dengan rencana kunjungan kerja ke Kuala Lumpur, Malaysia.
“Beliau [Rahmat] pada saat itu meminta saya menemui Kyai, mereka mau datang ke Kuala Lumpur. Dia menelepon saya: ‘Pak Djoko, kita mau ke Malaysia, ada kunjungan kerja’. Beliau panggilnya Abah, mau ke Kuala Lumpur. Itu yang sekarang jadi wapres kita,” kata Djoko dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/2/2021), dilansir CNNIndonesia.com.
Djoko mengaku sebelumnya sudah mengenal Rahmat setelah sempat bertemu dalam agenda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) saat pembebasan politikus negeri Jiran, Anwar Ibrahim, tahun 2018.
Djoko pun menyatakan bersedia bertemu dengan Ma’ruf. Hanya saja, kata dia, pertemuan batal karena suatu alasan.
“[Pak Djoko bersedia bertemu?] Oh dengan senang hati. Waktu tidak ditentukan kapan. Saat itu, saya dengar-dengar badannya kurang enak badan sehingga tidak jadi datang,” ucap dia.
Sementara itu belum ada respons dari pihak Ma’ruf terkait pengakuan Djoko.
Dalam sidang ini, Djoko juga menyebut bahwa Rahmat yang mengenalkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada dirinya guna membantu menyelesaikan perkara terkait kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali yang menjeratnya.
“Tanggal 10 November 2019 beliau [Rahmat] telepon mau memperkenalkan seseorang yang mengerti mengenai masalah hukum saya. Saya bilang silakan saja datang,” tutur Djoko.
“Mereka datang pada tanggal 12 November. Rahmat yang saya ketahui datang menjemput yang namanya Pinangki Sirna Malasari,” lanjutnya.
Pinangki, tutur Djoko, berkenan membantunya melalui mekanisme fatwa MA.
“Kira-kira fatwa itu akan menerbitkan surat dari pihak Kejaksaan Agung ke MA. Kemudian MA mengeluarkan fatwa, lalu pihak Kejaksaan Agung mengeluarkan surat edaran terhadap fatwanya,” tutur Djoko menirukan ucapan Pinangki.
Djoko Tjandra didakwa menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar Rp7,35 miliar terkait pengurusan fatwa MA dan dua jenderal polisi senilai Rp8,31 miliar guna membantu menghapus namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan.
Ia merencanakan untuk mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.***