Pekanbaru (Riaunews.con) – Vonis dosen Universitas Sriwijaya (Unsri) Adhitya Rol Asmi berbeda dengan dosen Universitas Riau (Unri) Syarif Harto. Keduanya sama-sama didakwa melakukan pelecehan seksual ke mahasiswi.
Dosen Unsri, Adhitya Rol Asmi, divonis 6 tahun penjara. Adhitya dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana asusila. Adhitya melanggar Pasal 294 ayat 2 ke-2 KUHP tentang perbuatan asusila.
Kasus Adhitya ini bermula saat empat mahasiswi Unsri melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua dosen. Salah satu dosen adalah Adhitya.
Adhitya merupakan dosen pembimbing korban yang telah melakukan perbuatan cabul saat melakukan bimbingan dan meminta tanda tangan untuk skripsi di salah satu laboratorium yang berada di daerah kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir. Adhitya, melalui kuasa hukumnya waktu itu, mengaku nekat mencabuli DR karena khilaf.
Sedangkan Syarif Harto divonis bebas oleh majelis hakim. Hakim menilai Syarif tidak terbukti bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi LM.
Selain tidak bersalah, hakim minta Syafri Harto segera dibebaskan dari tahanan. Termasuk memulihkan nama baiknya akibat kasus tersebut.
“Membebaskan terdakwa, memerintahkan penuntut umum mengeluarkan dari tahanan. Memberikan hal terdakwa memulihkan hak dan martabatnya,” ucap hakim ketua Estiono saat membacakan vonis di PN Pekanbaru, Rabu (30/3/2022).
Dalam vonis majelis hakim dibeberkan beberapa pertimbangan. Salah satunya tidak ada bukti kekerasan yang dialami korban LM dan pengancaman oleh Syafri Harto.
“Tidak ditemukan adanya kekerasan. Terdakwa tidak ada mengancam saudara saksi LM saat bimbingan proposal. Terkait adanya relasi yang tidak berimbang menurut majelis tidak bisa dijadikan alasan karena tidak ada ditemukan kekerasan dan kekerasan psikis,” kata majelis saat baca putusan.
Hakim menilai unsur kekerasan atau ancaman kekerasan tidak dapat terpenuhi. Karena dakwaan primer tidak terbukti, dakwaan tidak dapat diterima.
Sementara terkait terdakwa dengan kedua tangan memegang badan sambil bertanya ‘bibir mana bibir’ kepada korban tidak dapat dibuktikan. Bahkan terdakwa membantah mengucap kata ‘I love you’ hingga mencium pipi sebelah kiri, kanan, dan kening korban.
Selain itu, hakim menilai tidak ada saksi di kasus itu yang dapat membuktikan terjadi kekerasan seksual. Sebab, semua saksi di kasus itu hanya mendengar testimoni dari saksi LM.
“Berdasarkan fakta di persidangan hanya saksi LM yang menerangkan terdakwa mencium kening, pipi dan menyebabkan saksi trauma, panik dan halusinasi. Saksi lain hanya mendengar cerita dari saksi LM. Keterangan saksi saja tidak cukup, menurut KUHAP saksi adalah orang yang melihat, mendengar langsung perkara pidana yang dialami sendiri,” kata hakim.
Lalu, apa yang membuat berbeda di kasus ini?
Yang berbeda adalah pengakuan terdakwa. Di kasus pelecehan mahasiswi Unsri, Adhitya mengakui perbuatannya dan menyatakan bahwa dirinya khilaf.
Sedangkan di sidang kasus pelecehan mahasiswa Unri, Syafri Harto bersikukuh membantah tudingan itu. Dia bahkan melaporkan balik mahasiswi tersebut ke Polda Riau terkait pencemaran nama baik dan UU ITE. Selain itu, Syafri Harto mengancam akan menuntut korban Rp 10 miliar.***
Baca Artikel Asli