Kabul (Riaunews.com) – Taliban berjanji tak akan membalas dendam terhadap lawan-lawan mereka di Afghanistan, setelah mereka berhasil menduduki istana kepresidenan beberapa hari lalu.
Tak lama usai Taliban menduduki Kabul, puluhan ribu orang mencoba melarikan diri. Mereka juga takut akan ada aksi pembalasan karena berpihak pada pemerintah yang disokong Barat selama dua dekade.
Namun, Taliban mengklaim bahwa pemerintahan baru akan berbeda dari masa kepemimpinan pada tahun 1996-2001, yang terkenal dengan rajam dan pembatasan super ketat terhadap perempuan.
“Kalau soal ideologi, keyakinan, tidak ada bedanya, tapi kalau kita hitung berdasarkan pengalaman, kedewasaan dan wawasan, pasti banyak perbedaannya,” kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid dikutip AFP, Selasa (18/8/2021).
“Semua yang berseberangan akan diampuni, dari A sampai Z. Kami tidak akan membalas dendam,” lanjutnya.
Mujahid kemudian mengatakan pemerintahan baru akan segera dibentuk, meski tak memberikan rincian lebih lanjut dan hanya menyebut kelompoknya akan menggandeng seluruh pihak.
Ia juga mengatakan memberi kesempatan kepada perempuan untuk terlibat di pemerintahan.
“(kami) Berkomitmen untuk membiarkan perempuan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam,” tuturnya.
Taliban disebut berusaha menunjukkan sikap menahan diri dan lebih moderat.
“Mereka yang bekerja di bagian atau kementerian pemerintah mana pun harus melanjutkan tugas mereka dengan penuh dan melanjutkan tugas mereka tanpa rasa takut,” kata Taliban dalam pernyataan resmi.
Taliban ketika memegang kekuasaan pada 1996-2002 menetapkan sistem yang ultrakonservatif. Di antaranya perempuan wajib mengenakan burkak, laki-laki harus berjenggot, tak boleh menonton televisi non-keagamaan dan lainnya.
Kali ini, Juru bicara Taliban di Qatar, Doha, mengatakan perempuan tak harus mengenakan burkak, tapi dia juga tak menyebut pakaian apa yang bisa diterima.
Terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price turut buka suara soal pendudukan Taliban.
“Jika Taliban mengatakan mereka akan menghormati hak-hak warganya, kami akan mengawasi mereka dalam melaksanakan pernyataan,” kata Price.
Beberapa negara memberi tanggapan usai Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan.
Duta besar Rusia untuk Afghanistan Dmitry Zharinov bertemu dengan Taliban di Kabul. Ia kemudian memuji pertemuan itu dengan berkata, “positif dan konstruktif.”
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan blok itu harus mengadakan pembicaraan dengan Taliban.
Sementara Perdana Menteri Kanada Justin Trudeu mengatakan Ottawa tak akan mengakui pemerintahan Taliban.
Gerilyawan Taliban menduduki Kabul dan istana presiden, pada hari Ahad (18/8).***