London (Riaunews.com) – Anak-anak sekolah di Inggris disebut mengonsumsi karet hingga bersembunyi saat jam makan siang karena mereka tak sanggup membeli makanan. Fenomena ini terjadi gegara biaya hidup terus meroket kala perekonomian semakin sulit di Inggris.
Badan amal yang menyediakan makanan di sekolah, Chefs in Schools, menceritakan kondisi anak-anak Inggris di sekolah.
“Kami mendengar soal anak-anak yang sangat lapar, mereka memakan karet di sekolah,” kata kepala eksekutif Chef in Schools, Naomi Duncan.
Ia kemudian berujar, “Anak-anak datang karena belum makan apa-apa sejak makan siang sehari sebelumnya. Pemerintah harus melakukan sesuatu.”
Dilansir CNN Indonesia, di salah satu sekolah di Lewisham, tenggara London, dikabarkan ada anak yang bahkan pura-pura makan dari kotak kosong.
Sekolah anak itu tak menyediakan makanan gratis. Anak itu juga tak ingin teman-temanya tahu bahwa di rumahnya tidak ada makanan.
Duncan juga mengatakan banyak badan amal sekolah mengeluarkan anggaran yang terlalu besar untuk bisa membagikan makanan ke anak-anak yang tak mampu.
Duncan ingin semua anak-anak bisa mendapat makanan gratis.
“Ini tentu menyakitkan bagi kami. Mereka secara aktif keluar dan mencari anak-anak yang bersembunyi di taman bermain karena mereka tidak berpikir mereka bisa mendapatkan makanan, dan memberi mereka makan,” ujar Duncan seperti dikutip The Guardian.
Berdasarkan jajak pendapat, banyak guru yang membeli pemanggang sehingga mereka bisa menyediakan sarapan untuk anak-anak yang kelaparan.
Duncan lalu menceritakan ada salah satu sekolah di Streatham yang sejak lama mengalami kesulitan dana untuk memberi makan 50 anak. Namun, kondisi semakin sulit karena saat ini permintaa bantuan makanan melonjak hingga menjadi untuk 100 anak.
Sejumlah kepala sekolah di Inggris mengatakan pemerintah tak memperhatikan sekolah-sekolah di tengah krisis ini.
Presiden Asosiasi Persatuan Kepala Sekolah, Paul Gosling, turut buka suara soal kondisi tersebut.
“Pemerintah mengetahui saat anak-anak datang di pagi hari kelaparan dan kedinginan. Sekolah harus mengambil langkah untuk membantunya,” kata Gosling.
Ia kemudian berujar, “Namun, saat ini tak benar meninggalkan kami tanpa dukungan ekstra.”
Dia mengatakan bahwa dengan tagihan energi yang besar dan kenaikan gaji guru yang tak didukung pemerintah bisa membuat ratusan sekolah mengalami defisit anggaran.
Kepala sekolah di Brookvale Groby Learning Campus, Will Teece, mengaku banyak menerima pertanyaan dari orang tua murid soal kesediaan sekolah menyiapkan makanan.
“Pada saat ada kebutuhan yang jauh lebih besar untuk dukungan bagi keluarga kami, kami berada dalam posisi yang jauh lebih lemah untuk dapat menyediakannya,” kata Teece.
Sementara itu, pendiri Children with Voices, sebuah badan amal yang memberi makan keluarga di tiga perkebunan di Hackney, London timur, Michelle Dornelly, mengatakan khawatir soal tingkat kecemasan anak-anak yang meningkat.
“Saya khawatir soal anak-anak yang berangkat ke sekolah tanpa pulpen, tanpa deodoran, tanpa sikat gigi. Semua itu mempengaruhi harga diri, dan kepercayaan diri mereka benar-benar lesu,” kata dia.
Donnelly mengaku badan amalnya tak punya cukup ruang penyimpanan atau lemari es. Di juga khawatir tentang berapa banyak yang diambil oleh sukarelawan.
“Saya menyukai apa yang saya lakukan, tetapi saya merasa marah karena kami dibiarkan melakukan ini tanpa bantuan dari pemerintah,” katanya.
Anggota parlemen, lanjut dia, harus datang ke Hackney mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Di Inggris, sekolah untuk anak-anak menyediakan makan gratis hingga tahun kedua.
Namun, setelahnya hanya anak-anak dari keluarga mampu yang bisa mendapat makanan. Pasalnya, mereka harus membayar 7.400 poundsterling atau sekitar Rp121 juta.
Sementara itu, menurut kelompok pemerhati keluarga miskin di Inggris, Child Poverty Action Group, menyatakan terdapat 800 ribu anak-anak di Inggris hidup dalam kemiskinan.***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.