New Delhi (Riaunews.com) – Para pejabat di India mengungkapkan faktor di balik kecelakaan kereta maut di negara bagian Odisha, menepis kemungkinan sabotase dan menyalahkan pada faktor kesalahan manusia.
Sedikitnya 288 orang tewas dan lebih dari 1.000 terluka ketika dua kereta penumpang ekspres dan satu kereta barang bertabrakan pada Jumat malam (2/6/2023). Ini adalah salah satu kecelakaan kereta api paling mematikan di negara itu.
Ada lebih dari 3.400 penumpang yang bepergian dengan kedua kereta tersebut di hari kejadian. Sekitar 17 gerbong Coromandel Express, yang beroperasi antara kota timur Kolkata dan Chennai, dan Howrah Superfast Express, yang bergerak ke utara antara kota Bengaluru dan Howrah, tergelincir di dekat stasiun kereta Bahanaga di distrik Balasore Odisha sekitar pukul 7 malam.
Petugas mengatakan, Coromandel Express melaju dengan kecepatan 128kph sementara Howrah Superfast Express melaju dengan kecepatan 126kph. Kereta barang lainnya, yang berada di jalur yang berdampingan, menjadi ‘korban’ dari tabrakan dua kereta tersebut.
Menteri Perkeretaapian Ashwini Vaishnaw pada Ahad (4/6/2023) mengatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi akar penyebab kecelakaan itu.
“Itu terjadi karena perubahan interlocking elektronik,” kata Ashwini, seperti dikutip dari The National.
“Akar penyebabnya telah diidentifikasi, orang yang melakukan pekerjaan ini juga telah diidentifikasi. Laporan penyelidikan CRS, penyebab kecelakaan akan diketahui lebih cepat,” katanya merujuk pada Komisi Keselamatan Perkeretaapian.
Sistem interlocking elektronik teknis mengacu pada sistem sinyal yang mengatur pergerakan kereta api di jalur untuk mencegahnya bertabrakan. Tujuan dari sistem ini adalah agar tidak ada kereta yang mendapat sinyal untuk melanjutkan perjalanan kecuali rute tersebut terbukti aman.
Investigasi awal oleh Indian Railways menunjukkan bahwa sinyal yang “salah” mungkin menyebabkan Coromandel Express memasuki jalur melingkar tempat kereta barang diparkir.
Jalur melingkar adalah jalur kereta api yang menyimpang dari jalur utama dan bergabung kembali lebih jauh. Rel tersebut digunakan sebagai jalur pelayanan bagi kereta api untuk bermanuver tanpa mempengaruhi kereta lainnya.
Jaya Verma Sinha, anggota Dewan Kereta Api, mengatakan bahwa temuan awal menunjukkan penyebab kecelakaan itu adalah gangguan sinyal.
“Ini masalah sinyal. Sinyal hijau menyala di kedua jalur utama,” katanya, menambahkan bahwa dengan kecepatan laju yang tinggi, tidak cukup waktu untuk mengambil tindakan penyelamatan.
Kepala departemen teknik mesin di Institut Teknologi Kirodimal di negara bagian Chhattisgarh, Prakash Kumar Sen, mengatakan bahwa semua informasi mengarah kepada faktor “kesalahan manusia”.
“Jika dua kereta berada di jalur yang sama, sistem interlocking digunakan untuk memindahkan kereta dari satu jalur ke jalur lainnya untuk menghindari tabrakan. Sebelumnya dilakukan secara manual menggunakan tuas tetapi sekarang dilakukan melalui unit pengendali,” kata Sen.
“Menurut saya, itu benar-benar kesalahan manusia karena sinyal passing diberikan untuk jalur yang salah,” katanya.
Teori lain juga beredar di media sosial, di antaranya menyebutkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh sabotase. Klaim ini juga dilontarkan oleh mantan menteri perkeretaapian Dinesh Trivedi, yang kini menjadi anggota Partai Bharatiya Janata yang berkuasa.
Klaim lainnya adalah, kemungkinan adanya “faktor ekstremis”. Ini diungkapkan oleh Sudhanshu Mani, pakar perkeretaapian yang merupakan otak di balik layanan kereta ekspres Vande Bharat yang baru di India.
“Mengapa kereta mengambil jalur melingkar? Ada banyak alasan, dua masuk akal. Salah satunya adalah sabotase – saya tidak mengatakan demikian, tetapi itu adalah alasan yang mungkin,” kata Mani.
“Ini adalah penyimpangan yang tidak akan pernah diizinkan oleh sistem pensinyalan. Mungkin ada beberapa faktor ekstremis,” ujarnya.
India memiliki sistem kereta api terbesar kedua di dunia dan mengangkut jutaan penumpang dan pelancong jarak jauh setiap harinya.
Namun, sebagian besar dari jaringan sepanjang 63.000 km tersebut belum ditingkatkan selama beberapa dekade.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi telah memodernisasi dan memperluas jalur kereta api sejak berkuasa pada tahun 2014. Namun, menurut para ahli, fokus Modi hanya pada “perbaikan” kereta api dan stasiun, daripada meningkatkan teknologinya.
Kementerian Keuangan mengalokasikan 2,4 triliun rupee (30 miliar dolar AS) untuk kereta api dalam anggaran tahun ini, meningkat 50 persen dari tahun fiskal sebelumnya. Anggaran tersebut untuk meningkatkan jalur, mengurangi kemacetan dan menambah kereta baru. ***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.