Bristol (Riaunews.com) – Para pedemo merobohkan patung seorang pedagang budak terkenal, Edward Colston, di Bristol, Inggris, dan melemparkannya ke pelabuhan sebagai bentuk protes terhadap kematian warga AS George Floyd.
Dikutip dari AFP, rekaman yang diambil oleh seorang saksi menunjukkan beberapa puluh orang mengikatkan tali di leher patung Colston, menariknya, untuk kemudian merobohkannya ke tanah.
Baca: Twitter kembali labeli cuitan Trump, kali ini soal George Floyd
Mereka kemudian menginjak-injak patung itu selama beberapa menit, menyiramnya dengan cat merah di satu titik, sebelum kemudian membawanya ke pelabuhan dengan gembira.
“Hari ini saya menyaksikan sejarah tercipta,” kicau William Want, salah satu saksi mata kejadian.
“Patung Edward Colston, seorang pedagang budak Bristol, dirobohkan, dirusak, dan dilemparkan ke sungai,” imbuhnya, sambil menerakan tagar #BlackLivesMatter pada kicauannya itu.
Mengutip CNN, kepala polisi Bristol Andy Bennett mengatakan sekitar 10 ribu orang menghadiri demonstrasi “Black Lives Matter”, pada Minggu (7/6).
“Sebagian besar dari mereka yang datang untuk menyuarakan keprihatinan mereka tentang ketidaksetaraan rasial dan ketidakadilan dengan damai dan penuh hormat,” kata dia.
“Namun, ada sekelompok kecil orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kriminal dengan merobohkan sebuah patung di dekat pelabuhan Bristol,” ungkapnya.
Baca: Demonstrasi kasus George Floyd menyasar Gedung Putih
Wali Kota Bristol, Marvin Rees, menganggap wajar aksi massa ini. “Saya tahu pemindahan Patung Colston akan memecah pandangan publik, seperti yang terjadi pada patung itu sendiri selama bertahun-tahun,” kata dia.
“Namun, penting untuk mendengarkan mereka yang mendirikan patung itu untuk mewakili penghinaan terhadap kemanusiaan,” cetusnya.
Colston diketahui tumbuh dalam keluarga pedagang kaya dan masuk Royal African Company (RAC) pada 1680 yang memonopoli perdagangan budak di Afrika barat.
Dia dipercaya menjual sekitar 100 ribu orang dari Afrika Barat ke Amerika dan Karibia dengan menggunakan kapalnya antara tahun 1672 dan 1689. Dia lantas meraih reputasi sebagai dermawan dengan menyumbang sekolah dan rumah sakit di Bristol dan London.
Untuk menghormatinya, Bristol mendirikan patung perunggu untuknya setinggi 5,5 meter di Colston Avenue pada 1895. Kota ini juga memiliki sekolah yang dinamai dengan namanya.
Baca: Perintah Trump agar 10 ribu tentara amankan Gedung Putih ditolak
Monumen ini sendiri memecah warga Bristol selama beberapa tahun terakhir. Sejumlah pihak berpendapat untuk mempertahankan sejarah, sementara lainnya meminta Colston dihapus dari nama jalan, sekolah, dan tempat.
Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel menyebut penggulingan itu “sangat memalukan” dan polisi kota itu berjanji akan melakukan penyelidikan.
“[Investigasi] itu terkait tindakan-tindakan kekacauan publik yang sebenarnya mengganggu hal yang sebenarnya didemo oleh orang-orang saat ini (Floyd),” kata Patel kepada Sky News.
“Itu adalah tindakan yang sama sekali tidak dapat diterima dan berbicara vandalisme, sekali lagi, seperti yang terjadi di London kemarin,” tambahnya.
Pada Sabtu (6/6), Kepolisian London menangkap 29 orang terkait bentrokan massa dengan petugas dalam demo yang sebagian besar berlangsung damai.
Demo di Bristol itu hanya satu dari sekian titik aksi massa menentang rasialisme terkait kematian Floyd di Eropa.
Ribuan orang berkumpul di luar kedutaan AS di Madrid, Spanyol, sambil berteriak, “I can’t breathe”, menirukan kata-kata terakhir Floyd saat menerima tindak kekerasan dari polisi sebelum meninggal.
“Rasialisme tidak mengenal batas,” kata Leinisa Seemdo (26), seorang penerjemah Spanyol, “Di tempat saya tinggal, saya mengalami diskriminasi karena warna kulit saya.”
Saat demo itu digelar, massa di Piazza del Popolo Roma (Bundaran Rakyat) mengheningkan cipta selama 8 menit, waktu yang sama saat Floyd ditimpa oleh Derek Chauvin dengan menggunakan lututnya hingga tak bisa bernafas dan tewas. Ribuan orang berlutut, kepalan tangan mereka di udara.
“Kami tidak bisa bernapas,” teriak massa serempak, setelah mengheningkan cipta usai.
Lebih dari 1.000 orang juga menggelar demo ‘Black Lives Matter’ di dekat Kedutaan Besar AS di Budapest. Hampir 4.000 orang lainnya menghadiri dua aksi serupa di Belanda.
Di Lausanne, Swiss, demonstran berpakaian hitam membawa papan bertuliskan “warna saya bukan ancaman”. Selain itu, hampir 10 ribu orang berbaris di Brussels, Belgia, menggelar aksi serupa. Di Prancis, lebih dari 23 ribu orang juga berdemonstrasi pada Sabtu (6/6).***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.