Moskow (Riaunews.com) – Rusia resmi menghentikan pasokan gasnya ke dua negara Eropa yakni Polandia dan Bulgaria, Rabu (27/4/2022). Ini terjadi karena penolakan kedua negara untuk membayar dalam rubel.
Hal ini disebut telah membuat kebingungan di Uni Eropa (UE). Sejauh ini, Eropa memang bergantung pada Rusia sekitar 40% dari gas alamnya, 27% dari minyaknya dan 46% batu bara.
Presiden Polandia Andrzej Duda mengatakan langkah Kremlin melanggar “prinsip dasar hukum”. Menteri Energi Bulgaria Alexander Nikolov mengatakan gas digunakan Rusia sebagai “senjata politik dan ekonomi”.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bahkan memberikan kecaman resmi dan menyebutnya pemerasan. “Upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan,” tegasnya dikutip Reuters, Kamis (28/4).
Sementara Wakil Perdana Menteri Inggris Dominic Rabb mengatakan langkah Rusia bakal menambah status negara itu menjadi “Paria Ekonomi”. Paria merujuk ke kasta terendah.
Gas ke Polandia mengalir melalui operator PGNiG. Sementara gas ke Bulgaria mengalir melalui Bulgargaz.
Keduanya sudah mendapat informasi pemutusan sejak Selasa. Mengutip CNBC International, ini merupakan pertamakalinya penangguhan benar-benar dilakukan Rusia pascaserangan dilancarkan ke Ukraina, 24 Februari.
BUMN gas Rusia Gazprom juga sudah memberi pernyataan resmi. Harga gas alam melonjak di Eropa pada Rabu pagi waktu setempat, di mana kontrak gas grosir Belanda yang jadi patokan untuk Eropa, naik 24,2% menjadi 115,75 euro (US$ 122,40) per megawatt jam.
Mengutip CNN International, pemutusan ini membuat UE berjanji Polandia dan Bulgaria akan menerima gas dari tetangga UE lain dan mitra internasional. Bahkan negara UE sudah bertemu di kelompok gas untuk memberikan bahan bakar pengganti ke keduanya.
Di sisi lain, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menepis tuduhan Eropa. Menurutnya Rusia memang pemasok energi yang dapat diandalkan.
Tak hanya Bulgaria dan Polandia, negara-negara lain di Eropa berpotensi memiliki nasib yang sama. Setidaknya, ini dikatakan kepala analisis gas di perusahaan intelijen data ICIS, Tom Marzec-Manser.
“Ini adalah tembakan peringatan seismik oleh Rusia,” katanya.
“Polandia memiliki sikap anti-Rusia dan anti-Gazprom selama beberapa tahun. Ini tidak berlaku untuk Bulgaria, tapi melihat Bulgaria juga terputus merupakan perkembangan tersendiri.”
Beberapa pengamat menilai langkah Rusia berisiko bagi Eropa. Kepala Keuangan Deutsche Bank, James von Moltke, menyebut langkah Rusia sebagai “tanda yang mengkhawatirkan”.
“Meskipun belum memiliki dampak langsung, ini akan menjadi risiko bagi prospek keseluruhan,” tegasnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan awal bulan ini bahwa kawasan euro akan tumbuh 2,8% di 2022. Ini lebih dari 1 poin persentase lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang dibuat sebelum Rusia menyerang Ukraina.
Ada yang Luluh dan Membayar Rubel?
Sementara itu, perpecahan sepertinya terlihat di UE. Beberapa negara mungkin akan membayar pasokan gas di masa depan di bawah skema yang diumumkan oleh Moskow, dengan rubel.
Seperti Hungaria dan Uniper UN01.DE, importir utama Jerman untuk gas Rusia. Hungaria sendiri kini dipimpin Perdana Menteri Victor Orban yang dekat dengan Putin sementara Jerman telah meneriakkan tak bisa memboikot sepenuhnya gas Rusia, karena akan menghancurkan ekonominya.***
Baca Artikel Asli
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.