Oleh Yenni Sarinah, S.Pd , asal Selatpanjang, Riau
Stunting masih menjadi pekerjaan rumah bagi negara Indonesia hingga detik ini. Makin diperberat usaha ini dengan hadirnya sistem Kapitalisme yang membawa dampak negatif, maka program zero stunting akan semakin jauh dari harapan dan menjadi ilusi yang melenakan bagi tujuan Indonesia emas 2045.
Stunting atau gizi buruk menjadi persoalan serius bangsa yang harus diselesaikan segera demi masa depan bangsa yang lebih baik. Bagaimana mungkin bangsa ini akan terus wujud jika generasinya tidak tumbuh dengan baik bahkan terancam berkurang jumlahnya dan kualitasnya akibat stunting atau gizi buruk.
Pendekatan Proyek Nihil Hasil
Penanganan stunting bermasalah, dewan perwakilan rakyat (DPR) yang seharusnya menyelesaikan permasalahan rakyat, justru meminta rakyat terutama penggerak posyandu dan ibu-ibu PKK untuk ikut terlibat dalam penuntasan masalah stunting. Pernyataan Komisi IX DPR RI ini dilansir dari beritasatu.com (01/12/2023) lalu. Menurut mereka, pendekatan proyek hanya berorientasi pada penuntasan program kerja namun output-nya nihil.
Hal ini terlihat dari penggelontoran dana Rp 4,4 miliar untuk pencegahan stunting hanya ditemukan dalam bentuk paket Rp 9 ribu per porsi dalam sajian berbentuk kuah sop dengan potongan sayur sawi dan tahu nugget. Bahkan ada pula dalam bentuk paket Rp 18 ribu per porsi dalam sajian berbentuk nasi, kuah sup dan tahu kukus. Dengan menuding pihak posyandu tidak mendapatkan sosialisasi makanan tambahan dengan baik.
Korupsi Dana Anggaran Stunting
Ada banyak faktor yang berpengaruh pada permasalahan stunting ini. Meskipun telah ada banyak program yang menggelontorkan banyak dana dari APBN negara, namun tidak mampu terselesaikan dengan baik dikarenakan akar masalah stunting tidak dimunculkan ke permukaan bahkan terkesan dijauhkan untuk dibicarakan secara terbuka di ranah publik.
Di sisi lain, penggelontoran dana yang tidak sedikit berpotensi besar untuk di korupsi akibat dari penerapan sistem yang menyuburkan perilaku korupsi. Inilah yang menjadi sebab program kerja berjalan namun hasilnya tidak sesuai harapan. Sebagaimana dilansir dari beritasatu.com (01/12/2023) yang mengabarkan bahwa ada indikasi penyelewengan dana penanganan stunting di tingkat daerah yang digelontorkan hanya untuk perjalanan dinas dan keperluan rapat saja.
Tidak hanya itu, perilaku pejabat yang korupsi kian tinggi di tingkat daerah yang dapat dilihat langsung dari pengadaan menu yang tidak layak yang diberikan kepada anak. Syarat makanan tambahan untuk mencegah stunting haruslah memenuhi syarat gizi dan protein yang berguna untuk tumbuh kembang anak.
Kapitalisme Akar Masalahnya, Islam Solusinya
Stunting tak mungkin terselesaikan selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme. Hal ini dikarenakan cara pandang kapitalisme yang lebih mementingkan keuntungan pribadi dengan modal seminim mungkin untuk mendapatkan hasil sebanyak mungkin, tidak lagi peduli dengan masyarakat sekitar, dan sistem ini juga telah menurunkan kekuasaan negara dalam mengelola perekonomian negara secara mandiri dan berdaulat.
Dalam kapitalisme, negara hanya dijadikan regulator untuk memuluskan kepentingan pemilik modal yang dikenal dengan 3A (Asing, Aseng, dan Asong). Fungsi pemerintah tidak lagi sebagai junnah (perisai) masyarakat sehingga tugas pemerintah sebagai ra’in (pengurus) urusan rakyat juga tidak optimal. Semua kebijakan perekonomian disetir oleh pemilik modal (korporat). Negara hadir sekedar membuat kebijakan-kebijakan yang memuluskan kepentingan pemilik modal saja.
Dan keadaan ini akan berbeda hasilnya jika sistem Islam yang diterapkan. Karena Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan stunting dan mewujudkan kesejahteraan hidup individu per individu. Setidaknya ada 4 cara yang berani sistem Islam tawarkan untuk menyelesaikan masalah stunting.
Pertama, Islam memerintahkan kepada setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Sedangkan negara memiliki kewajiban untuk memberi jaminan kesejahteraan bagi warga negaranya secara langsung melalui pendidikan dan kesehatan gratis serta keamanan. Sedangkan yang tidak langsung berupa tersedianya lapangan pekerjaan yang besar.
Agar negara bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang besar maka negara wajib menguasai pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Sehingga otomatis negara akan mampu menyerap tenaga ahli dan pekerja terampil pada segala jenis pengelolaan sumber daya alam, sehingga negara mampu menekan angka pengangguran.
Kedua, negara akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif diantaranya dengan sistem administrasi dan birokrasi yang mudah, sederhana, cepat dan tanpa pungutan bagi rakyatnya.
Ketiga, Jika ada keluarga yang tidak mampu, negara menetapkan ahli warisnya untuk membantu. Jika kerabat tidak ada atau tidak mampu maka beban keuangan keluarga ini tadi akan dialihkan ke baitul mal yakni kepada negara.
Keempat, negara akan menjamin 3 kebutuhan dasar warganya dari segi pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga penghasilan tiap keluarga hanya diperuntukkan untuk pangan, sandang dan papan saja.