Jakarta (Riaunews.com) – Kementerian Perdagangan seharusnya tidak sulit untuk menyelesaikan masalah kelangkaan pasokan minyak goreng. Pasalnya, minyak goreng masih keluhkan langka dan harganya naik sekalipun sejumlah kebijakan dilakukan pemerintah.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengungkapkan, sebetulnya Indonesia memiliki kapasitas produksi minyak goreng yang memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
“Kita produksi setahun 16 miliar liter, kebutuhan paling banyak industri dan rumah tangga dalam setahun 5,7 miliar liter, sebenarnya kita oversupply untuk minyak goreng ini. Pertanyaannya, kenapa bisa gaib,” ujar Andre dalam keterangannya, Rabu (9/3/2022).
Andre mengatakan, produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat sesuai Pasal 33 UUD 1945. Apalagi, minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok untuk hajat hidup orang banyak.
“Karena itu, kami menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara ekspor minyak goreng sampai harga dan pasokan minyak goreng dalam negeri stabil,” terangnya.
Selain itu, legislator Partai Gerindra ini mengapresiasi langkah pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) maupun Domestic Price Obligation (DPO) untuk CPO melalui Permendag 6/2022.
Namun, kata dia, kebijakan ini seharusnya tidak sebatas teori saja, harus ada ketegasan dalam implementasi agar para produsen memprioritaskan kebutuhan dalam negeri.
“Pengusaha menikmati hak guna usaha (HGU), pemerintah harus bernyali memastikan DMO dan DPO ini terealisasi, ini enggak sulit-sulit amat kalau menteri dan pemerintah bernyali,” katanya.
Andre mengusulkan, agar pemerintah membagi tanggung jawab bagi para produsen dengan lebih spesifik. Jika tidak dipatuhi, pemerintah harus tegas mencabut izin ekspor para produsen sawit tersebut, terlebih ketika momentum harga CPO global yang terus melonjak.
“Kalau (minyak goreng) masih gaib, kasih sanksi kepada pabriknya dan jangan kasih izin ekspor. Ini soal ketegasan dan leadership pemerintah, berani enggak sama produsen sawit, karena ini soal oligarki,” tandasnya.***