Jakarta (Riaunews.com) – Sejumlah akademisi dan pakar mengaku pupus harapan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul ditolaknya uji formil Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai penolakan uji materi oleh Mahkamah Konstitusi tersebut menegaskan KPK kini sudah mati.
“Terus terang saja, kalau menurut saya sudah mati. Maksud saya begini, ingin sekali jawaban saya optimis tapi memang enggak bisa optimis lagi,” ujar Bivitri kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (4/5/2021).
Meskipun uji materi terhadap sejumlah Pasal ada yang dikabulkan, ia berujar hal tersebut tidak memiliki pengaruh banyak terhadap kedudukan lembaga antirasuah.
“Saya belum mendata lebih jauh Pasal mana saja yang dibatalkan. Tapi, kalaupun yang materiil itu ada yang dikabul-kabulkan tetap saja. Itu ibaratnya KPK sudah compang-camping. Istilahnya sudah tambal-sulam lah,” kata dia.
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini mengaku pesimis dengan agenda pemberantasan korupsi ke depannya. Sebab, dua institusi penegak hukum lain yakni kepolisian dan kejaksaan bagi dia belum bisa diharapkan.
Ia hanya berharap nantinya ada momentum politik yang dapat membuat KPK kembali baru.
“Menurut saya kita belum bisa berharap pada kepolisian atau kejaksaan. Bagaimana, ya, kita ke depannya kita dorong saja ada momentum politik yang signifikan lagi yang bisa membuat KPK baru,” imbuh dia.
“Karena kalau berharap kepada KPK yang sekarang sudah tidak bisa; sudah babak belur habis,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, mengatakan kondisi saat ini menegaskan bahwa kekhawatiran atas pelemahan KPK semakin terbukti. Ia menilai agenda pemberantasan korupsi semakin suram.
“Makin suram. Karena sudah terbukti. IPK [Indeks Persepsi Korupsi] Indonesia merosot,” ucapnya kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon.
Ia berujar KPK saat ini sudah tidak bisa diharapkan lagi. Sebab, kata dia, dalam dua tahun belakangan di bawah payung hukum baru, sudah ada peristiwa yang memperlihatkan kemunduran lembaga.
Di antaranya seperti penghentian pengusutan kasus, giat penindakan yang bocor, hingga perbuatan tercela pegawai mencuri barang bukti kasus korupsi.
“Menurut saya ke depan kita tidak perlu berharap kepada KPK,” tandasnya.
Ia juga tak bisa menaruh harap kepada kepolisian dan kejaksaan dalam agenda pemberantasan korupsi.
“Menurut saya sampai saat ini memang tidak mudah mendorong aparat penegak hukum yang lain. KPK ada karena lembaga penegak hukum lain tidak bekerja optimal,” ujar Sigit.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, berpendapat bahwa muatan substansi pada UU 19/2019 telah menimbulkan keterbatasan.
“KPK akan berjalan apa adanya, tidak ada perubahan. Ketidakpercayaan masyarakat menjadi menguat terhadap keseriusan pemberantasan korupsi ini,” ungkap dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) diketahui telah menolak gugatan uji formil revisi Undang-undang tentang KPK. Namun, di sisi lain, MK juga mengabulkan sebagian uji materi seperti terkait penyadapan dan penggeledahan.***
Sumber: CNN Indonesia