Senin, 25 November 2024

HNW sayangkan kejadian intimidasi terhadap masyarakat adat Besipae

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Masyarakat Adat Basipae, Nusa Tenggara Timur, yang rumah dan lahannya disita paksa oleh pemerintah daerah setempat dengan bekingan aparat TNI-Polri serta Satpol PP.

Jakarta (Riaunews.com) – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid amat menyayangkan jika kasus kekerasan yang menimpa komunitas masyarakat adat Besipae, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, benar adanya sebagaimana yang diberitakan media.

Dalam pemberitaan media disebutkan, sehari setelah perayaan 75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, dimana Presiden Joko Widodo tampil mengenakan dua busana adat dari NTT, terjadi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap komunitas masyarakat adat Besipae yang berada di Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan.

Baca: Rumah-rumah warga Adat Basipae dihancurkan TNI-Polri sehari setelah bajunya dipakai Jokowi

Aparat menertibkan secara paksa pondok-pondok milik warga yang berada di sekitar hutan adat Pubabu. Sekitar 30 rumah dibongkar dan 47 kepala keluarga terpaksa mengungsi.

“Dalam semangat peringatan HUT RI ke 75, peristiwa di NTT ini, bila benar terjadi, sungguh tidak sesuai dengan syukuran kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Penting jadi peduli untuk hadirkan solusi oleh negara seperti via Menkopolhukam @mohmahfudmd, serta Presiden @jokowi,” kata Hidayat melalui akun Twitter @hnurwahid yang dikutip Suara.com.

Kejadian yang menimpa masyarakat adat Besipae menimbulkan kecaman dari sejumlah pihak, teutama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Melalui akun Twitter @walhinasional, “WALHI mengecam tindakan represif yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTT dalam menyelesaikan sengketa lahan di Pubabu, Kabupaten Timor Tengah Selatan.”

Untuk menyindir pemerintah, WALHI memposting poster bergambar Jokowi tengah tampail mengenakan pakaian adat dari Timor Tengah Selatan ketika peringatan HUT ke 75 RI di Istana.

Dalam situs resmi Masyarakat Adat Nusantara dijelaskan mengenai awal mula sengketa hutan adat Pubabu yang meliputi Desa Linamnutu, Mio, dan Oe Ekam, diawali oleh keengganan komunitas adat Besipae untuk menyetujui tawaran perpanjangan izin pinjam pakai lahan di kawasan hutan adat Pubabu.

Baca: Forum LSM Riau Bersatu Minta Polda Amankan Eksekusi Lahan di Desa Gondai dan Tangkap Provokator

Di tahun 1987, selama 25 tahun wilayah tersebut digunakan sebagai areal proyek peternakan sapi yang merupakan kerjasama Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan sebuah perusahaan asal Australia.

Di tahun 2010, dua tahun sebelum izin kadaluarsa, tawaran perpanjangan dari Pemerintah Kabupaten Timur Tengah Selatan ditolak warga.

Komunitas adat Besipae bersikeras bahwa hutan adat Pubabu mesti dikembalikan lagi ke fungsi awalnya sebagai areal Nais Kio atau kawasan hutan larangan. Nais Kio adalah bentuk konservasi tradisional masyarakat adat Besipae berlandaskan kearifan lokal.

Disebutkan dalam pernyataan AMAN, penolakan tersebut tidak dipedulikan dan pemerintah Timur Tengah Selatan dengan tetap melanjutkan penggunaan kawasan hutan adat Pubabu sebagai hutan makanan ternak.

Tapi, komunitas adat Besipae tetap teguh menolak penggunaan areal seluas 3.700 hektar di kawasan hutan adat Pubabu.

Pada 12 Mei 2020, saat gubernur setempat mengunjungi Desa Mio. Warga menyatakan penolakan mereka dengan melarang gubernur untuk masuk ke dalam wilayah adat dengan cara melakukan pemblokiran jalan.

Disebutkan AMAN, pemalangan jalan direspon dengan aksi kekerasan untuk membongkar pagar blokade oleh kepolisian yang turut serta dalam rombongan gubernur.

Baca: Lakukan Pengawasan Tiang Bubu, DKP Provinsi Riau Redam Konflik Nelayan

Hal ini memicu aksi histeris dari perempuan-perempuan adat Besipae yang menanggalkan baju mereka sebagai simbol dukacita atas ancaman perampasan yang menyasar wilayah hutan adat Pubabu.

Aksi sepihak dengan menghancurkan pondok-pondok milik warga dinilai merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak konstitusional masyarakat adat yang telah diatur dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945.

Lebih jauh, tindakan terhadap komunitas adat Besipae juga dinilai AMAN merupakan pelanggaran Pemerintah Provinsi NTT terhadap mandat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat bukan merupakan hutan negara.***

 

Sumber: Suara
Editor: Ilva

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *