Jakarta (Riaunews.com) – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai upaya memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) makin terkikis di periode kedua pemerintahan Joko Widodo.
Koordinator KontraS Fatiya Maulidiyanti menilai kondisi setahun terakhir justru memperlihatkan situasi HAM di Indonesia yang semakin terpuruk dan tidak sesuai dengan janji-janji Presiden Jokowi tentang penegakan HAM.
“HAM dikikis habis, di mana kami lihat kondisi setahun terakhir, bentuk pelanggaran HAM justru semakin berulang dan marak tindakan represif pada warga negara,” kata Fatiya dalam diskusi daring Hari HAM 2021, Jumat (10/12/2021).
KontraS mencatat beberapa tindakan represif hingga penekanan ruang berpendapat terus berulang sejak Desember 2020-November 2021. Beberapa pola yang terus terjadi di antaranya di sektor sipil dan politik seperti doxing, peretasan, penangkapan sewenang-wenang, hingga penyiksaan.
Berdasarkan catatan yang sama, terdapat 150 peristiwa pembatasan kebebasan sipil di mana aktor utama adalah polisi. Dari peristiwa itu sebanyak 500 orang ditangkap.
Isu yang paling mencuat dalam konteks kebebasan berekspresi adalah isu terkait Papua, PPKM, isu lingkungan dan iklim, serta tingkah pejabat.
Sementara terkait serangan siber kepada masyarakat sipil ditemukan 24 peristiwa dengan isu terbanyak mengenai korupsi. Serangan siber yang dimaksud seperti doxing, peretasan, kriminalisasi dengan UU ITE.
“Kondisi ini membuat publik menjadi enggan menyampaikan kritik karena ruang di dunia nyata sudah mendapat ancaman dari aparat, tapi di medsos juga muncul ancaman beragam,” kata Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar.
Selain itu, KontraS juga menilai pelanggaran HAM di sektor lingkungan pada periode kedua Jokowi belum menunjukkan ada perbaikan. Menurut Rivanlee, justru di sektor lingkungan pelanggaran HAM makin marak terjadi.
Pasalnya Indonesia terus melakukan pembangunan di berbagai daerah namun tidak dibarengi dengan upaya melestarikan lingkungan. Dampaknya, pembangunan berjalan seiringan dengan kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan itu yang akan berimplikasi buruh pada manusia, terutama warga masyarakat setempat.
“Selama setahun terakhir ada 228 peristiwa kekerasan pada sektor lingkungan. Kami menyimpulkan bahwa praktik kekerasan di sektor ini setahun terakhir menunjukkan watak asli negara yang ambivalensi, di satu sisi ingin menjaga lingkungan di sisi lain justru terlihat mengeksploitasi,” kata Rivanlee.
“Pada intinya bagian ekonomi sosial budaya ini kami mau menyampaikan bahwa negara terlalu memaksakan proyek pembangunan tanpa mengindahkan HAM yang ditunjukkan dengan keberulangan peristiwa, penangkapan sewenang-wenang, dan eksploitasi terhadap isu alam,” lanjut dia.
Di samping itu, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu juga dinilai belum menunjukkan perbaikan. Penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu justru semakin mundur dan belum menemukan titik terang.
Padahal, menurut KontraS, Presiden Jokowi seringkali mengatakan akan berupaya mengusut kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di setiap pidato kenegaraan.
“Kami tidak melihat ada evaluasi dan koreksi yang jelas serta keinginan yang nyata dari Presiden Jokowi untuk bisa menindaklanjuti pidato-pidato yang dia sampaikan sejak pilpres tahun 2014-2019. Sehingga kami melihat bahwa ini adalah bentuk dari lip service Jokowi,” tutur Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Ahmad Sajali.
CNNIndonesia.com menghubungi Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Deputi V Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodawardhani untuk mengklarifikasi laporan KontraS namun keduanya belum merespons hingga berita ini diturunkan.
Presiden Joko Widodo pada peringatan HARI HAM Sedunia 2021 mengatakan pemerintah berkomitmen menegakkan dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Jokowi ingin mengedepankan keadilan bagi korban serta terduga pelaku.
“Pemerintah komitmen menegakkan menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat,” ujarnya.***