Jakarta (Riaunews.com) – Presiden Joko Widodo tidak akan pernah mau mencopot Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dari kursi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, Ahok tidak akan pernah dicopot Jokowi sekalipun publik memberikan desakan sekencang apapun.
“Meski banyak desakan agar Ahok segera dipocot, namun sampai lebaran kuda pun itu tak mungkin terjadi,” ujar Adi Prayitno kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (31/12/2021).
Baca Juga:
- Ahok Banyak Terseret Persoalan, Pengamat: Saatnya KPK Turun Tangan
- Ahok Diduga Berada di Balik Kisruh Rencana Mogok Pekerja Pertamina, FSP BUMN: Komut Lebih Banyak Buat Gaduh
- Ahok, Komisaris Rasa Dirut dan Sesuatu yang Salah Terhadap Pengawasan di BUMN
Adi mengatakan, setidaknya ada dua alasan mengapa Jokowi akan mempertahankan Ahok. Terutama, kedekatan keduanya saat memimpin DKI Jakarta.
“Dua alasan sederhana. Pertama, Ahok kader PDIP partai pemenang Pemilu. Kedua, Ahok punya kedekatan tak biasa dengan Presiden Jokowi sejak Pilkada Jakarta yang sempat duet bersama,” terangnya.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini melihat, satu hal yang bisa dipastikan dari sosok Ahok adalah selamanya akan membuat kontroversi dengan gaya komunikasinya.
“Semua orang tahu bahwa Ahok man of controversial. Banyak pernyataannya yang kerap bikin keriuhan. Sepertinya gaya ini sulit dihilangkan Ahok,” pungkasnya.
Kompensasi Politik
Senada dengan Adi Prayitno, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan sulit rasanya membayangkan Jokowi mencopot Ahok dari Pertamina.
Menurutnya, ada faktor kedekatan Jokowi dan Ahok saat keduanya menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
“Yang ngangkat Ahok kan Pak Jokowi, nah Pak Jokowi dan Ahok adalah kawan sejak Gubernur DKI,” ujar Ujang Komarudin sebagaimana dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (31/12/2021).
Selain kedekatan, kata Ujang, jabatan Ahok adalah kompensasi politik dari Jokowi. Tepatnya, ketika Jokowi tidak bisa menyelamatkan Ahok saat terjerat kasus penistaan agama.
Dijelaskan Ujang, Jokowi kala itu tidak bisa menyelamatkan Ahok karena berkepentingan untuk menjaga suara pemilih untuk menjaga peluang menang pada Pilpres 2019.
“Kita lihat tarik-menarik kepentingannya ketika Ahok proses pengadilan penistaan agama, kan Pak Jokowi katakanlah tidak bisa mengamankan, karena itu terkait Pilpres, akhirnya kan Ahok masuk penjara,” terangnya.
“Setelah itu karena sudah masuk penjara, sudah dihukum, Pak Jokowi memberikan kompensasi politik dengan menjadikan komisaris,” pungkasnya.
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.