Jakarta (Riaunews.com) – Tiga menteri Jokowi serempak mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lantaran masalah bantuan sosial.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan Menteri Sosial Juliari Batubara menilai bansos untuk warga miskin dan rentan miskin dampak virus corona yang dijalankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak sesuai dengan perjanjian dengan pemerintah pusat.
Kritik dari tiga menteri itu dilancarkan serentak pada Rabu (6/5). Mulanya, kritik datang dari Ani yang menyebut Pemprov DKI di bawah Anies melepas tanggung jawab bansos terhadap 1,1 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) DKI Jakarta kepada pemerintah pusat karena tak memiliki anggaran yang cukup.
“Jadi tadinya 1,1 juta adalah (tanggung jawab) DKI dan sisanya 3,6 juta itu pemerintah pusat. Sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat,” kata Ani dalam rapat virtual bersama Komisi XI DPR.
Kemudian, masih pada hari yang sama, Juliari menyebut penyaluran bansos oleh Pemprov DKI tak sesuai dengan kesepakatan awal antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI.
“Pada saat Ratas (Rapat Terbatas) terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover DKI,” kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI.
Selain Ani dan Juliari, Muhadjir juga menyoroti penyaluran bansos terkait sinkronisasi data penerima antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.
“Belum lagi sinkronisasi dan koordinasi, misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik-menarik ini, cocok-cocokan data, bahkan kemarin saya dengan pak gubernur agak tegang, agak saya tegur keras pak gubernur,” kata Muhadjir dalam sebuah webinar, Rabu (6/5).
Mendapat serangan dari tiga menteri Jokowi, Anies kemudian menjelaskan duduk persoalan bansos. Ia bahkan mengklaim telah menyalurkan bansos kepada warga DKI sejak 9 April.
Menurut Anies, penyaluran bansos telah dilaksanakan sejak 9 April atau sehari sebelum pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimulai di Jakarta. Sementara, kata dia, pemerintah pusat baru mendistribusikan bansos pada 20 April. Oleh karenanya, Anies menilai pihaknya sudah bergerak lebih cepat dibanding pemerintah pusat.
“Kami sudah menerapkan pembatasan itu sebelumnya dan rakyat akan kesulitan pangan jika belum ada bansos pangan sejak PSBB diberlakukan. Sehingga, kami Pemprov DKI Jakarta telah membagikan bansos terlebih dulu untuk mengisi kekosongan,” ujar Anies lewat siaran pers, Kamis (7/5).
Sementara Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono pun tegas membantah apa yang dikatakan Sri Mulyani.
Dia meminta Sri Mulyani untuk berkaca dan diminta agar segera melunasi hutang pemerintah pusat kepada Pemprov DKI Jakarta berupa dana bagi hasil (DBH).
Mujiyono mengatakan DBH ini menjadi salah satu sumber anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 di Jakarta.
“Saat ini, piutang DBH baru dicairkan separuh dari Menkeu. Harusnya piutang DBH pemprov lunasi dong, jangan cuma separuh. Ini di satu sisi kewajiban tak dipenuhi, tapi sisi lain malah memojokkan Pemprov,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (7/4/2020), sebagaimana dilansir Kantor Berita Politik RMOL.
Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 36/PMK.07/2020 tentang penetapan alokasi sementara kurang bayar dana bagi hasil tahun anggaran 2019 dalam rangka penanganan Covid-19, Pemprov DKI Jakarta hanya mendapatkan dana bagi hasil Rp 2,56 triliun.
Padahal, hutang DBH tahun lalu ke DKI ini mencapai Rp 5,1 triliun dan DBH tahun ini kuartal II mencapai Rp 2,4 triliun.
“Jadi total hutang Sri Mulyani ke DKI itu Rp 7,5 triliun. Tapi baru terbayarkan Rp 2,56 triliun. Jadi, tidak benar DKI kehabisan uang,” tegasnya.***