Oleh : Putri Az Zahra
Kejadian viral yang sempat menghebohkan dunia maya dengan updatenya berita bahwa ada 176 anak remaja usia SMP dan SMA di Ponorogo Jawa Timur, meminta dispensasi nikah, sebanyak 125 anak hamil duluan bahkan sebagian lainnya sudah melahirkan sedangkan 51 anak lain yang memilih nikah dini karena alasan sudah memiliki pacar dan memilih menikah daripada melanjutkan sekolah.
Kondisi yang sama juga terjadi di kota-kota di Jawa Barat. Dengan angka yang tertinggi berada di kota Tasikmalaya sebanyak 1240 orang. Menurut ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Atalia Praratya, pada 2022 triwulan 3 jumlah dispensasi perkawinan anak di Jawa Barat yang dikeluarkan pengadilan agama sebanyak 8.607 kasus, yakni anak perempuan yang mengajukan sebanyak 4.297 dan 4.310 anak laki-laki, (dikutip Repjabar, Senin 16 /1/2023).
Dan bisa saja kejadian yang luar biasa ini juga banyak terjadi di kota-kota lain, di mana anak usia remaja terjebak dalam problematika kehidupan yang sangat pelik.
Mereka mengajukan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA). Dispensasi Nikah atau Dispensasi Kawin menurut peraturan Mahkamah Agung (MA) No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.
Sebagai informasi berdasarkan aturan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia syarat pernikahan di Indonesia adalah minimal usia 19 tahun.
Menurut dosen Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (FKIP UM) Surabaya, Sri Lestari berpendapat pemberian dispensasi pernikahan menjadi keputusan kurang bijak, karena pernikahan anak ibarat lingkaran setan dengan efek jangka panjang, pertimbangan fisik dan psikologis yang belum siap untuk hamil, melahirkan dan merawat anak. Ditambah lagi akan menimbulkan kasus baru yaitu stunting dan KDRT hingga kemiskinan, karena kesiapan yang belum memadai bagi mereka, ujar Tari dalam laman UM Surabaya, Selasa, 17/1/2023.
Meninggalkan kasus dispensasi nikah muncul kasus lain yang juga berkaitan dengan kekerasan seksual yang dialami oleh bocah Taman Kanak-Kanak (TK) di Mojokerto telah menjadi korban pemerkosaan tiga anak sekolah dasar (SD), korban diketahui mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran, terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan korban, (dikutip dari liputan6.com Mojokerto).
Menurut pengamat masalah perempuan anak dan generasi dokter Arum Harjanti menegaskan ini adalah malapetaka dahsyat yang merupakan aib besar bangsa ini, dan menunjukkan kebobrokan negara dalam mengurus rakyatnya.
Beliau memandang kasus ini merupakan tamparan keras bagi semua pihak, baik keluarga, masyarakat, institusi pendidikan dan tentu saja oleh negara.
Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus ini, Negara telah gagal dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, ungkapnya miris kepada Mnews, Sabtu, 21/1/2023.
Kondisi yang sangat memprihatinkan ini tak terlepas dari faktor-faktor yang saling berkaitan, faktor media sosial dengan konten-konten rusak dan tidak terfilter begitu mudah diakses oleh mereka, tidak ada sensoring tayangan-tayangan pornografi dan pornoaksi di sana. Akibatnya apa yang mereka lihat maka itulah yang mereka perbuat, generasi muda kita ibarat peniru ulung, karena belum sempurnanya pemikiran mereka.
Faktor lain adalah pengasuhan orang tua yang tidak didasari ilmu pengasuhan yang baik, kurikulum pendidikan maupun bimbingan calon pengantin pun hanya sekedar formalitas belaka tak jarang mereka calon pengantin banyak yang hanya membeli sertifikat.
Isu kesetaraan gender juga sangat mempengaruhi, karena ibu justru didorong untuk menjadi pekerja sehingga fungsi utamanya sebagai Madrasatul Ula dan Ummun Warobatul Bait menjadi tidak terjalankan dengan optimal, karena sudah lelah bekerja.
Pendidikan saat ini pun menjadi pemicu kegagalan dalam mendidik generasi kita, karena pendidikan saat ini cenderung berorientasi agar bagaimana peserta didik menjadi tenaga kerja bukan lagi fokus dalam perbaikan akidah dan akhlak.
Nilai-nilai Barat yang masih masuk melalui media sosial, yang didasarkan kepada Hak Asasi Manusia dan pemahaman liberal (kebebasan), menjadi semakin tertanam dalam benak anak-anak remaja sehingga mereka hanya mencari kesenangan hidup duniawi yang bersifat hedonistik.
Hal ini jauh berbeda dalam pola asuh pendidikan di dalam Islam, yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin di mana pendidikan terlebih dahulu dititik beratkan pada Akidah Islam yang menjadi dasar pemikirannya. Kesadaran berpikir akan adanya pertanggungjawaban di akhiratlah sehingga menjadikan manusia takut untuk berbuat dosa, sehingga segala bentuk kemaksiatan dapat teratasi dengan baik.
Sebab tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai sains, matematika dan teknologi. Karena bisa dilihat sistem pendidikan Islam saat itu mampu mencetak generasi-generasi unggul dan menjadikan mereka Teknologi Founding Father disiplin ilmu pengetahuan modern oleh negara-negara Eropa saat itu.
Banyak ilmuwan-ilmuwan Islam dengan karyanya yang gemilang masih dijadikan rujukan, salah satunya adalah Ibnu Sina penemu pertama alkohol dan dijuluki sebagai Bapak Kedokteran Modern.
Namun, ironisnya kondisi untuk perbaikan umat justru tidak didapati sekarang. Bagaimana tidak, adanya penanaman persepsi yang salah seolah-olah menjadi bumerang bagi umat seperti pembinaan ketaatan pada agama dianggap radikal, penganjuran busana muslimah dianggap intoleran dan seterusnya. Sehingga tidak ada sikronisasi dalam usaha perbaikan akidah dan akhlak dengan sistem yang dijalankan.
Dan hal inilah yang menjadi ketakutan tersendiri bagi umat untuk mempelajari Islam secara keseluruhan. Akibatnya banyak umat khususnya generasi Muslim kita terjerumus pada perilaku yang rusak dan menyimpang.
Maka kembalilah kepada sistem islam, karena islamlah satu-satunya solusi di dalam melakukan periayahan terhadap umatnya dan menyelesaikan segala problematika kehidupan. Hal ini sudah terbukti lebih dari 1400 tahun lamanya.
Dan tentu saja darinya keberkahan dari langit bumi dapat kita rasakan. Bukankah Allah telah berjanji dalam Al Qur’an surat al-a’raf ayat 96.
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Wallahu a’lam bisshowab
Aktivis Muslimah Peduli Negeri