Oleh : Alfiah, S Si
Alarm darurat untuk keluarga di Indonesia. Bagaimana tidak? Angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Angka ini meningkat 15,31% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Jumlah kasus perceraian di Tanah Air pada tahun lalu bahkan mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir (katadata.co.id, 01/03/2023)
Adapun mayoritas kasus perceraian di dalam negeri pada 2022 merupakan cerai gugat, alias perkara yang gugatan cerainya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan. Jumlahnya sebanyak 388.358 kasus atau 75,21% dari total kasus perceraian tanah air pada tahun lalu. Di sisi lain, sebanyak 127.986 kasus atau 24,78% perceraian terjadi karena cerai talak, yakni perkara yang permohonan cerainya diajukan oleh pihak suami yang telah diputus oleh pengadilan.
Berdasarkan provinsinya, kasus perceraian tertinggi pada 2022 berada di Jawa Barat, yakni sebanyak 113.643 kasus. Diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah, masing-masing sebanyak 102.065 kasus dan 85.412 kasus. Untuk di Riau saja yang merupakan bumi Melayu, Pengadilan Agama di seluruh Riau telah menangani 9.296 perceraian sepanjang tahun 2022, dengan jumlah kasus terbanyak berada di Pengadilan Agama Pekanbaru yaitu 1.823 perceraian (antaranews.com, 13/02/2023). Ini tentu jumlah yang sangat besar.
Dari seluruh data tersebut, diketahui perceraian Aparatur Sipir Negara (ASN) sebanyak 425 kasus. Berdasarkan data yang diperoleh ANTARA dari Pengadilan Tinggi Agama Riau, adapun faktor utama tingginya angka perceraian disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan jumlah 7.469 kasus. Sedangkan faktor kedua dipengaruhi oleh perangai salah satu pihak, yaitu judi, dipenjara dan meninggalkan pihak lainnya dengan jumlah kasus sebanyak 1.719. Selain itu, faktor ekonomi bahkan tak terlalu mempengaruhi jumlah perceraian yaitu dengan jumlah 675 kasus.
Secara nasional, penyebab utama perceraian pada 2022 adalah perselisihan dan pertengkaran. Jumlahnya sebanyak 284.169 kasus atau setara 63,41% dari total faktor penyebab kasus perceraian di tanah air. Kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi alasan ekonomi, salah satu pihak meninggalkan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga poligami.
Tingginya angka perceraian tentu berpengaruh terhadap psikologi anak. Anak yang dibesarkan dari keluarga yang broken home cenderung memiliki mental yang buruk. Menurut Save M Degum, broken home akan membuat anak-anak mengalami krisis kepribadian sehingga perilakunya sering tidak sesuai. Broken home mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perkembangan kejiwaan anak. Apalagi broken home yang disertai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci sebuah perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan.
Sebenarnya banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya perceraian. Komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Selalu berusaha untuk terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dengan pasangan, dan juga mendengarkan pendapat dan perasaan pasangan dengan seksama. Begitu juga menghargai dan memperlakukan pasangan dengan baik merupakan salah satu cara untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
Hubungan antara suami dan istri hakikatnya adalah sepasang sahabat bukan hubungan seperti pembantu dengan majikan atau relasi bisnis. Jika ini dipahami maka kekerasan dalam rumah tangga bisa dihindari. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang bisa menyebabkan perceraian. Oleh karena itu, sebaiknya menghindari tindakan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap pasangan.
Menghindari sikap egois adalah juga kunci mencegah perceraian. Jangan selalu memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan. Selalu berusaha memahami dan memperhatikan kebutuhan pasangan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Jika terjadi konflik atau salah paham dengan pasangan, sebaiknya cepat memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus. Jangan pernah menyimpan dendam atau kemarahan yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah suritauladan yang baik dalam berumah tangga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ … رواه الترمذي وغيره
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya” (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa sikap dan perbuatan baik lebih utama untuk ditujukan kepada keluarga dan orang-orang yang terdekat dengan kita, apalagi terhadap istri. Makna inilah yang ditunjukkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan pergaulilah istrimu dengan (akhlak yang) baik. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [An-Nisâ’/4:19]
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bagaimana perhatian Islam demi terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah. Mudah-mudahan kita mampu mewujudkan keluarga yang demikian. Wallahu a’lam bi ash shawab.***
Penulis pegiat literasi Islam