Senin, 25 November 2024

Batik Moderasi Agama Rajih Haram Dalam Islam, Ini Alasannya

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Yenni Sarinah, S.Pd

Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd

ISLAM memandang segala perbuatan harus diketahui hukumnya. Karena perbuatan menentukan pahala dan dosa bagi penganut Islam sejati. Islam memiliki identitas khas yang bervisi misi surgawi. Penganut Islam memang berbeda dalam memandang urusan modernisasi dan moderasi peradaban. Jika sebuah benda (madaniyyah) memiliki identitas kekufuran, maka dalam Islam hal ini terlarang (dari status makruh hingga haram). Apa landasan pijakannya?

Batik adalah warisan Indonesia yang memiliki corak yang beraneka ragam dan sangat indah. Semakin cantik corak nya semakin mahal harganya. Siapa yang tidak suka dengan kain batik yang memiliki khas tersendiri.

Namun lain perkara dengan batik yang viral saat ini, yang sangat berbeda dari yang lain. Jika dilihat sekilas seperti batik pada umumnya, estetik nan cantik dan menarik, namun jika diamati secara teliti maka terlihat simbol dari beberapa agama.

Batik yang diluncurkan oleh Kemenag sebagai baju dinas yang dipakai setiap hari Rabu ternyata disusupi paham sekularisme yang kental dengan unsur pluralisme yang merusak dengan misi pembangkangan terhadap syiar Islam untuk memurnikan keyakinan. Di sana ada simbol berbagai agama, mulai dari Islam, Nasrani, Hindu dan Budha.

Jika ada yang mengatakan ini toleransi, kita sudah tertelan mentah-mentah informasi yang salah besar. Sebab toleransi dalam beragama itu tidak ada, sebagaimana dalam surah Al Kafirun ayat 6. Kita diperboleh toleransi dalam hal umum bukan dalam hal beragama.

Corak batik yang sengaja mereka liriskan untuk memberi pemahaman bahwa agama semua sama, padahal jelas Islam ya Islam nasrani ya Nasrani begitu pun dengan yang lain, tidak ada agama yang sama. Tidak bisa satu agama di campurkan dengan agama yang lain.

Tidak layak kiranya, apalagi Kemenag yang diidentikkan sebagai Menteri Agama Islam merilis pakaian seperti itu, terlebih terdapat lambang salib di dalam batik tersebut. Apa jadinya jika dipakai oleh umat Islam lalu dibawa shalat? Apakah shalatnya menjadi sah? Tentu tidak. Karena pakai tersebut sudah masuk kedalam ranah hadlarah, yang di mana suatu benda apabila menjadi ciri khas agama lain atau menyangkut aqidah di luar Islam maka benda itu diharamkan bagi kita untuk memakainya.

 

Hukum Batik Moderasi Agama

Batik versi moderasi agama yang coraknya ada simbol-simbol khas agama lain, rajih haram dikenakan umat Islam dengan landasan fiqih sebagai berikut :

Batik Moderasi Beragama, yang di dalam batik tersebut terdapat macam-macam tempat ibadah dan simbol-simbol berbagai agama, yakni ada gambar masjid, salib, patung Buddha, pura, gereja, dan klenteng juga.

Menurut K.H. M. Shiddiq al-Jawi (Pakar Fiqih Islam, Lulusan S3 Program Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya) menuturkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memakai baju yang di dalamnya terdapat syiar-syiar kaum kafir, seperti gambar salib, dan yang dihukumi sama dengan salib, seperti gambar Bintang Daud, patung Buddha, pura, gereja, klenteng, dan sebagainya.

Alasannya, terdapat dua pendapat ulama:

Pertama, mengharamkan. Ini pendapat ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan pendapat ulama mazhab Hambali.

Kedua, memakruhkan. Ini pendapat sebagian ulama mazhab Hanafi, pendapat ulama mazhab Maliki, dan satu versi riwayat dalam mazhab Hambali. (Lihat : Nâshir Muhammad Hasyrî Al-Ghâmidî, Libâs Ar-Rajuli Ahkâmuhu wa Dhawâbithuhu fî Al-Fiqh Al-Islâmî, Makkah: Dâr Thaibah al-Khadhrâ`, Cet. III, 1434, hlm. 787-788; Muhammad Ahmad ‘Alî Wâshil, Ahkâm At-Tashwîr fî Al-Fiqh Al-Islâmî, Riyâdh : Dâr Thaibah, Cet. I, 1420/1999, hlm. 397-404).

Dalil ulama yang mengharamkan adalah hadis sahih riwayat Bukhari berikut ini,

عن عائشة رصي الله عنها أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ في بَيْتِهِ شيئًا فيه تَصَالِيبُ إلَّا نَقَضَهُ

Dari ‘A`isyah ra. bahwa Nabi saw. tidak pernah meninggalkan di rumahnya sesuatu yang ada salibnya melainkan beliau pasti akan merusaknya (mematahkannya). (HR Bukhari, No. 5496)

Hadis ini secara jelas menunjukkan bahwa Nabi saw. tidak membiarkan di dalam rumahnya ada salib atau segala sesuatu apa pun itu, baik gorden, kain, dan yang semisalnya yang terdapat gambar salibnya, kecuali pasti Nabi saw. akan merusaknya. Tindakan Nabi saw. melakukan perusakan barang (itlâful mâl) ini merupakan qarînah (petunjuk) mengenai haramnya menggunakan salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya. (Nâshir Muhammad Hasyrî Al-Ghâmidî, Libâs Ar-Rajuli Ahkâmuhu wa Dhawâbithuhu fî Al-Fiqh Al-Islâmî, hlm. 790).

Dalil ulama yang memakruhkan, sebenarnya juga hadis yang sama di atas, hanya saja mereka memahami perbuatan (fi’il) tindakan Nabi saw. merusak salib tersebut hanya sebagai larangan makruh, bukan larangan haram. Selain itu, menurut mereka, tidak ada ucapan (qaul) dari Nabi saw. yang melarang memakai salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya. (Nâshir Muhammad Hasyrî Al-Ghâmidî, ibid., hlm. 795).

 

Batik Moderasi Agama, Rajih Haram!

Batik moderasi agama yang diluncurkan Kementerian Agama.

 

Pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat yang mengharamkan memakai baju yang di dalamnya terdapat syiar-syiar kaum kafir, seperti gambar salib, dan yang dihukumi sama dengan salib, berdasarkan dua alasan pentarjihan:

Pertama, tindakan Nabi saw. yang merusak salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya di rumahnya, merupakan perbuatan merusak harta (itlâful mâl) yang tidaklah pantas dilakukan, kecuali karena haramnya pemanfaatan salib itu. Inilah qarînah (petunjuk) yang jelas mengenai haramnya menggunakan salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya.

Kedua, terdapat ucapan (qaul) Nabi saw. untuk melarang memakai salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya, yaitu hadis riwayat ‘Adî bin Hâtim ra., yang saat masih beragama Nasrani dan memakai kalung salib, pernah menemui Nabi saw.. Lalu Nabi saw. bersabda,

يَا عَدِيُّ اِطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ

”Hai ‘Adi! Buanglah berhala ini [kalung salib] dari kamu!” (HR Tirmidzi, No. 3095).

Hadis ini menunjukkan haramnya memakai salib atau sesuatu yang ada gambar salibnya. (Nâshir Muhammad Hasyrî al-Ghâmidî, ibid., hlm. 791).

Kesimpulannya, pendapat yang rajih adalah yang mengharamkan baju yang di dalamnya terdapat syiar-syiar kaum kafir, seperti gambar salib, dan yang dihukumi sama dengan salib, seperti gambar patung Buddha, pura, gereja, klenteng, dan sebagainya, sesuai kaidah fiqih yang menyebutkan:

مَا قَارَبَ الشَّيْءَ اُعْطِيَ حُكْمُهُ

“Apa saja yang mendekati/mirip dengan sesuatu, dihukumi sama dengan sesuatu itu.” (Muhammad Shidqî Al-Burnu, Mausû’ah Al-Qawâ’id Al-Fiqhiyyah, IX/252).

 

Muslim Wajib Taati Allah Swt Dan Rasulullah SAW

Dari penjelasan fiqih tadi, sebagai muslim yang hanya berharap Allah Ta’ala ridho maka apa yang diteladankan oleh Rasulullah SAW haruslah menjadi ikon identitas muslim sejati. Bukan membebek dengan alasan dipaksa keadaan.

Apapun keadaannya, kita bisa memilih. Utamakan kehendak Allah Ta’ala dibanding kehendak pengrusak syiar Islam yang sedang berada di puncak kekuasaan dan semena-mena membuat aturan yang menentang kehendak Allah Ta’ala.

Karena kebijakan rusak yang dipaksakan pada banyak orang, masih memiliki celah untuk menolak dengan melakukan kritik hingga kebijakan rusak ini dicabut hingga ke akar-akarnya. Jangan menganggap enteng perkara yang berkaitan dengan hukum Islam. Karena surga memiliki aturan main. Hanya bagi yang taat dan bagi yang beriman.

Jika kehendak pemilik surga – yaitu Allah Ta’ala – dikesampingkan karena takut pada kehendak manusia. Ingatlah, surga itu digenggam Allah Ta’ala dengan dasar iman dan ketaatan hanya pada Islam yang paripurna. Bukan pada kehendak manusia yang nyawanya saja tidak bisa ia percaya akan kekal abadi.

Bijaklah dalam menuruti aturan. Jika aturan itu menuntun pada datangnya murka Allah Ta’ala, tinggalkan. Karena lebih baik dipaksa masuk surga dibanding dibiarkan masuk neraka. Na’udzubillahi min dzalik.***

 

Penulis, Pegiat Literasi Islam, Selatpanjang – Riau

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *