Oleh: Ilva Yulfianto
Kata orang, nasib seperti roda yang terus berputar. Kadang berada di atas, di tengah, bahkan tak jarang terpaksa nyungsep ke bawah merasakan panasnya ‘aspal’ kehidupan.
Hal seperti ini setidaknya dirasakan oleh Inggris, negara yang dalam dua bulan belakangan disibukkan dengan pergantian pucuk pimpinan pemerintahan, efek dari krisis ekonomi yang melanda Eropa, dan Inggris tentunya.
Liz Truss menggantikan Boris Johnson sebagai Perdana Menteri pada 5 September 2022 lalu, yang memutuskan untuk mengundurkan diri setelah diterpa sejumlah skandal dan pengunduran beberapa menteri di kabinetnya.
Namun, Liz yang digadang-gadang mempu menyelamatkan Inggris dari krisis ekonomi dampak perang Rusia-Ukraina ternyata tak bisa berbuat banyak.
Tak sekuat Margaret Thatcher, wanita besi yang mampu menduduki kursi PM selama 11 tahun, atau Theresa May selama 3 tahun, Liz hanya mampu menjalankan roda pemerintahan selama 45 hari.
Pada Kamis, 20 Oktober 2022, Liz mengumumkan pengunduran dirinya, dan mengaku secara terang-terangan tak sanggup memikul segala tekanan berat yang diletakkan dipundaknya.
Posisi Liz selanjutnya dipegang oleh Rishi Sunak, pria keturunan India.
Nah, di sinilah roda Inggris terbalik.
Negara yang dulu pernah menjajah India, sekarang pemerintahan mereka dipimpin oleh seorang keturunan India.
Sunak sebenarnya bukan orang baru. Ia sebelumnya menjadi lawan utama Truss dalam pemilihan kepemimpinan Partai Konservatif (Tory) di September lalu.
Sunak sendiri lahir pada 12 Mei 1980 di Southampton, Inggris. Kedua orang tuanya merupakan orang India yang masuk ke Inggris dari Afrika Timur. Ayahnya adalah dokter dan ibunya memiliki toko kimia.
Dikutip dari CNBC Indonesia, pria berusia 42 tahun ini mengenyam pendidikan di sekolah swasta sebelum pergi ke Universitas Oxford untuk belajar filsafat, politik dan ekonomi (PPE), gelar pilihan di universitas pilihan untuk elit politik Inggris. Ia kemudian meraih gelar master di bidang administrasi bisnis (MBA) dari Universitas Stanford di Amerika Serikat (AS) sebagai Fulbright Scholar.
Sunak memasuki parlemen pada tahun 2015, mewakili daerah pemilihan Richmond di North Yorkshire, Inggris utara. Dia memilih ‘Leave’ dalam referendum Brexit 2016, sebagaimana dilaporkan kantor berita Anadolu Agency (AA).
Peran pemerintahan pertamanya datang di bawah Perdana Menteri Theresa May saat itu, ketika ia menjadi wakil menteri parlemen negara bagian untuk pemerintah daerah. Setelah May mengundurkan diri, dia mendukung tawaran Boris Johnson untuk menjadi perdana menteri.
Johnson kemudian menunjuk Sunak sebagai kepala sekretaris Departemen Keuangan, yang merupakan orang kedua di bawah kanselir bendahara. Pada saat itu, Johnson menunjuk Sajid Javid sebagai Kanselir, tetapi Javid dengan cepat mengundurkan diri setelah bentrok dengan penasihat khusus kuat Johnson, Dominic Cummings, mengenai masalah yang berkaitan dengan kepegawaian.
Setelah pengunduran diri Javid, nama Sunak naik pesat saat ia menjadi Kanselir baru pada tahun 2020, yang kemudian menjadi politisi paling kuat kedua dalam politik Inggris.
Yah… begitulah kehidupan.
Ngomong-ngomong, kapan ya orang keturunan Indonesia menjadi pemimpin di pemerintahan Belanda?***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.